Pencerdasan anak bangsa bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, akan tetapi justru yang lebih penting tanggung jawab pribadi masing-masing untuk mencerdaskan pribadinya dengan memanfaatkan berbagai,media,maupun suasana.
Jumat, 10 Desember 2010
TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Pembelajaran sebagai Komponen Penting dalam Pembelajaran
Oleh: Akhmad Sudrajat
Abstrak: Kegiatan merumuskan tujuan pembelajaran merupakan salah satu tugas penting yang harus dilaksanakan guru. Tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik, dinyatakan dalam bentuk perilaku atau penampilan, yang di dalamnya tercakup perubahan perilaku siawa secara menyeluruh. Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Oleh karena itu, tujuan pembelajaran seyogyanya dirumuskan secara jelas dan tegas, dengan meperhatikan kaidah-kaidah tertentu.
A. Pendahuluan
Kegiatan menyusun rencana pembelajaran merupakan salah satu tugas penting guru dalam memproses pembelajaran siswa. Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional yang dituangkan dalam Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses disebutkan bahwa salah satu komponen dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu adanya tujuan pembelajaran yang di dalamnya menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa sesuai dengan kompetensi dasar.
Agar proses pembelajaran dapat terkonsepsikan dengan baik, maka seorang guru dituntut untuk mampu menyusun dan merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan tegas. Kendati demikian, dalam kenyataan di lapangan saat ini, tampaknya kita masih dapat menemukan permasalahan yang dihadapi para guru (calon guru) dalam merumuskan tujuan pembelajaran yang hendak dilakukannya, yang berujung pada inefektivitas dan inefesiensi pembelajaran.
Oleh karena itu, melalui tulisan sederhana ini akan dikemukakan secara singkat tentang apa dan bagaimana merumuskan tujuan pembelajaran, dalam perspektif teoritis. Dengan harapan dapat memberikan pemahaman kepada para guru dan calon guru agar dapat merumuskan tujuan pembelajaran secara tegas dan jelas, sehingga dapat melaksanakan pembelajaran yang benar-benar terfokus pada tujuan yang telah dirumuskannya.
B. Apa Tujuan Pembelajaran itu?
Salah satu sumbangan terbesar dari aliran psikologi behaviorisme terhadap pembelajaran bahwa pembelajaran seyogyanya memiliki tujuan. Gagasan perlunya tujuan dalam pembelajaran pertama kali dikemukakan oleh B.F. Skinner pada tahun 1950. Kemudian diikuti oleh Robert Mager pada tahun 1962 yang dituangkan dalam bukunya yang berjudul Preparing Instruction Objective. Sejak pada tahun 1970 hingga sekarang penerapannya semakin meluas hampir di seluruh lembaga pendidikan di dunia, termasuk di Indonesia.
Merujuk pada tulisan Hamzah B. Uno (2008) berikut ini dikemukakan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Robert F. Mager mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu. Kemp dan David E. Kapel menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Henry Ellington bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar. Oemar Hamalik (2005) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran. Sementara itu, menurut Standar Proses pada Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajara yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar. Ini berarti kemampuan yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran mencakup kemampuan yang akan dicapai siswa selama proses belajar dan hasil akhir belajar pada suatu KD.
Meski para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang beragam, tetapi tampaknya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa : (1) tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran; (2) tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik. Yang menarik untuk digarisbawahi yaitu dari pemikiran Kemp dan David E. Kapel bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk tertulis. Hal ini mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat secara tertulis (written plan).
Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih Sukmadinata (2002) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu: (1) memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara lebih mandiri; (2) memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar; (3) membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran; (4) memudahkan guru mengadakan penilaian. Dalam Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses disebutkan bahwa tujuan pembelajaran memberikan petunjuk untuk memilih isi mata pelajaran, menata urutan topik-topik, mengalokasikan waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat bantu pengajaran dan prosedur pengajaran, serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur prestasi belajar siswa. Sementara itu, Fitriana Elitawati (2002) menginformasikan hasil studi tentang manfaat tujuan dalam proses belajar mengajar bahwa perlakuan yang berupa pemberian informasi secara jelas mengenai tujuan pembelajaran khusus kepada siswa pada awal kegiatan proses belajar-mengajar, ternyata dapat meningkatkan efektifitas belajar siswa.
Memperhatikan penjelasan di atas, tampak bahwa tujuan pembelajaran merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran, yang di dalamnya dapat menentukan mutu dan tingkat efektivitas pembelajaran.
B . Bagaimana Merumuskan Tujuan Pembelajaran?
Seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran, saat ini telah terjadi pergeseran dalam perumusan tujuan pembelajaran. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) mengemukakan pada masa lampau guru diharuskan menuliskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk bahan yang akan dibahas dalam pelajaran, dengan menguraikan topik-topik atau konsep-konsep yang akan dibahas selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Tujuan pembelajaran pada masa lalu ini tampak lebih mengutamakan pada pentingnya penguasaan bahan bagi siswa dan pada umumnya yang dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered). Namun seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran, tujuan pembelajaran yang semula lebih memusatkan pada penguasaan bahan, selanjutnya bergeser menjadi penguasaan kemampuan siswa atau biasa dikenal dengan sebutan penguasaan kompetensi atau performansi.
Dalam praktik pendidikan di
Terlepas dari kekacauan penafsiran yang terjadi di lapangan, yang pasti bahwa untuk merumuskan tujuan pembelajaran tidak dapat dilakukan secara sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa kaidah atau kriteria tertentu. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) menegaskan bahwa seorang guru profesional harus merumuskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk perilaku siswa yang dapat diukur yaitu menunjukkan apa yang dapat dilakukan oleh siswa tersebut sesudah mengikuti pelajaran. Selanjutnya, dia menyarankan dua kriteria yang harus dipenuhi dalam memilih tujuan pembelajaran, yaitu: (1) preferensi nilai guru yaitu cara pandang dan keyakinan guru mengenai apa yang penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa serta bagaimana cara membelajarkannya; dan (2) analisis taksonomi perilaku; dengan menganalisis taksonomi perilaku ini, guru akan dapat menentukan dan menitikberatkan bentuk dan jenis pembelajaran yang akan dikembangkan, apakah seorang guru hendak menitikberatkan pada pembelajaran kognitif, afektif ataukah psikomotor.
Berbicara tentang taksonomi perilaku siswa sebagai tujuan belajar, saat ini para ahli pada umumnya sepakat untuk menggunakan pemikiran dari Bloom (Gulo, 2005) sebagai tujuan pembelajaran, yang dikenal dengan sebutan taksonomi Bloom (Bloom’s Taxonomy).
Menurut Bloom perilaku individu dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) ranah, yaitu:
1. Ranah kognitif; ranah yang berkaitan aspek-aspek intelektual atau berfikir/nalar, di dalamnya mencakup: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), penguraian (analysis), memadukan (synthesis), dan penilaian (evaluation);
2. Ranah afektif; ranah yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya, di dalamnya mencakup: penerimaan (receiving/attending), sambutan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian (organization), dan karakterisasi (characterization); dan
3. Ranah psikomotor; ranah yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Ranah ini terdiri dari : kesiapan (set), peniruan (imitation), membiasakan (habitual), menyesuaikan (adaptation) dan menciptakan (origination). Taksonomi ini merupakan kriteria yang dapat digunakan oleh guru untuk mengevaluasi mutu dan efektivitas pembelajarannya.
Dalam setiap aspek taksonomi terkandung kata kerja operasional yang menggambarkan bentuk perilaku yang hendak dicapai melalui suatu pembelajaran. Untuk lebih jelasnya, dalam tabel berikut disajikan contoh kata kerja operasional dari masing-masing ranah.
Tabel 1: Kata Kerja Ranah Kognitif
Pengetahuan | Pemahaman | Penerapan | Analisis | Sintesis | Penilaian |
Mengutip Menyebutkan Menjelaskan Menggambar Membilang Mengidentifikasi Mendaftar Menunjukkan Memberi label Memberi indeks Memasangkan Menamai Menandai Membaca Menyadari Menghafal Meniru Mencatat Mengulang Mereproduksi Meninjau Memilih Menyatakan Mempelajari Mentabulasi Memberi kode Menelusuri Menulis | Memperkirakan Menjelaskan Mengkategorikan Mencirikan Merinci Mengasosiasikan Membandingkan Menghitung Mengkontraskan Mengubah Mempertahankan Menguraikan Menjalin Membedakan Mendiskusikan Menggali Mencontohkan Menerangkan Mengemukakan Mempolakan Memperluas Menyimpulkan Meramalkan Merangkum Menjabarkan | Menugaskan Mengurutkan Menentukan Menerapkan Menyesuaikan Mengkalkulasi Memodifikasi Mengklasifikasi Menghitung Membangun Membiasakan Mencegah Menentukan Menggambarkan Menggunakan Menilai Melatih Menggali Mengemukakan Mengadaptasi Menyelidiki Mengoperasikan Mempersoalkan Mengkonsepkan Melaksanakan Meramalkan Memproduksi Memproses Mengaitkan Menyusun Mensimulasikan Memecahkan Melakukan Mentabulasi Memproses Meramalkan | Menganalisis Mengaudit Memecahkan Menegaskan Mendeteksi Mendiagnosis Menyeleksi Merinci Menominasikan Mendiagramkan Megkorelasikan Merasionalkan Menguji Mencerahkan Menjelajah Membagankan Menyimpulkan Menemukan Menelaah Memaksimalkan Memerintahkan Mengedit Mengaitkan Memilih Mengukur Melatih Mentransfer | Mengabstraksi Mengatur Menganimasi Mengumpulkan Mengkategorikan Mengkode Mengombinasikan Menyusun Mengarang Membangun Menanggulangi Menghubungkan Menciptakan Mengkreasikan Mengoreksi Merancang Merencanakan Mendikte Meningkatkan Memperjelas Memfasilitasi Membentuk Merumuskan Menggeneralisasi Menggabungkan Memadukan Membatas Mereparasi Menampilkan Menyiapkan Memproduksi Merangkum Merekonstruksi | Membandingkan Menyimpulkan Menilai Mengarahkan Mengkritik Menimbang Memutuskan Memisahkan Memprediksi Memperjelas Menugaskan Menafsirkan Mempertahankan Memerinci Mengukur Merangkum Membuktikan Memvalidasi Mengetes Mendukung Memilih Memproyeksikan |
Tabel 2: Kata Kerja Ranah Afektif
Menerima | Menanggapi | Menilai | Mengelola | Menghayati |
Memilih Mempertanyakan Mengikuti Memberi Menganut Mematuhi Meminati | Menjawab Membantu Mengajukan Mengompromikan Menyenangi Menyambut Mendukung Menyetujui Menampilkan Melaporkan Memilih Mengatakan Memilah Menolak | Mengasumsikan Meyakini Melengkapi Meyakinkan Memperjelas Memprakarsai Mengimani Mengundang Menggabungkan Mengusulkan Menekankan Menyumbang | Menganut Mengubah Menata Mengklasifikasikan Mengombinasikan Mempertahankan Membangun Membentuk pendapat Memadukan Mengelola Menegosiasi Merembuk | Mengubah perilaku Berakhlak mulia Mempengaruhi Mendengarkan Mengkualifikasi Melayani Menunjukkan Membuktikan Memecahkan |
Tabel 3. Kata Kerja Ranah Psikomotorik
Menirukan | Memanipulasi | Pengalamiahan | Artikulasi |
Mengaktifkan Menyesuaikan Menggabungkan Melamar Mengatur Mengumpulkan Menimbang Memperkecil Membangun Mengubah Membersihkan Memposisikan Mengonstruksi | Mengoreksi Mendemonstrasikan Merancang Memilah Melatih Memperbaiki Mengidentifikasikan Mengisi Menempatkan Membuat Memanipulasi Mereparasi Mencampur | Mengalihkan Menggantikan Memutar Mengirim Memindahkan Mendorong Menarik Memproduksi Mencampur Mengoperasikan Mengemas Membungkus | Mengalihkan Mempertajam Membentuk Memadankan Menggunakan Memulai Menyetir Menjeniskan Menempel Menseketsa Melonggarkan Menimbang |
Merujuk pada pemikiran Bloom di atas, tampak bahwa tujuan pembelajaran seyogyanya dapat mencakup seluruh ranah perilaku individu. Artinya, tidak hanya sebatas pencapaian perubahan perilaku kognitif atau intelektual semata, yang hingga ini tampaknya masih bisa ditemukan dalam praktik pembelajaran di
Menurut Oemar Hamalik (2005) bahwa komponen-komponen yang harus terkandung dalam tujuan pembelajaran, yaitu (1) perilaku terminal, (2) kondisi-kondisi dan (3) standar ukuran. Hal senada dikemukakan Mager (Hamzah B. Uno, 2008) bahwa tujuan pembelajaran sebaiknya mencakup tiga komponen utama, yaitu: (1) menyatakan apa yang seharusnya dapat dikerjakan siswa selama belajar dan kemampuan apa yang harus dikuasainya pada akhir pelajaran; (2) perlu dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat mendemonstrasikan perilaku tersebut; dan (3) perlu ada petunjuk yang jelas tentang standar penampilan minimum yang dapat diterima.
Berkenaan dengan perumusan tujuan yang berorientasi performansi, Dick dan Carey (Hamzah Uno, 2008) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran terdiri atas: (1) tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan atau diperbuat oleh anak didik; (2) menyebutkan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang menjadi syarat yang hadir pada waktu anak didik berbuat; dan (3) menyebutkan kriteria yang digunakan untuk menilai unjuk perbuatan anak didik yang dimaksudkan pada tujuan
Masih berkenaan dengan perumusan tujuan pembelajaran, Hamzah B. Uno (2008) menekankan pentingnya penguasaan guru tentang tata bahasa, karena dari rumusan tujuan pembelajaran itulah dapat tergambarkan konsep dan proses berfikir guru yang bersangkutan dalam menuangkan idenya tentang pembelajaran.
Pada bagian lain, Hamzah B. Uno (2008) mengemukakan tentang teknis penyusunan tujuan pembelajaran dalam format ABCD. A=Audience (petatar, siswa, mahasiswa, murid dan sasaran didik lainnya), B=Behavior (perilaku yang dapat diamati sebagai hasil belajar), C=Condition (persyaratan yang perlu dipenuhi agar perilaku yang diharapkan dapat tercapai, dan D=Degree (tingkat penampilan yang dapat diterima).
Contoh rumusan tujuan pembelajaran dalam perkuliahan mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran. Setelah mengikuti kegiatan perkuliahan diharapkan:
“Mahasiswa dapat menjelaskan minimal tiga prinsip dalam kegiatan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan”
Mahasiswa= Audience
Menjelaskan= Behavior
Prinsip dalam kegiatan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan = Condition
Minimal tiga prinsip= Degree
Kegiatan merumuskan tujuan pembelajaran pada dasarnya merupakan otoritas guru sepenuhnya, namun seiring dengan penerapan konsep pembelajaran demokratis dan pembelajaran partisipatif, maka dalam merumuskan tujuan pembelajaran, selain memperhatikan tuntutan kurikulum yang berlaku, seyogyanya guru dapat melibatkan siswa didalamnya. Keterlibatan siswa dalam merumuskan tujuan pembelajaran memungkinkan siswa untuk dapat lebih termotivasi dan lebih fokus mengikuti setiap kegiatan belajar dan pembelajarannya. Dalam hal ini, guru dituntut untuk memiliki keterampilan mengharmonisasikan untuk mempertemukan tujuan-tujuan pembelajaran sebagaimana digariskan dalam kurikulum dengan tuntutan kebutuhan dan tujuan belajar siswa.
C. Simpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1. Seorang guru dalam merencanakan pembelajaran dituntut untuk dapat merumuskan tujuan pembelajaran secara tegas dan jelas.
2. Perumusan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu bagi guru maupun siswa
3. Saat ini telah terjadi pergeseran dalam merumuskan tujuan pembelajaran dari penguasaan bahan ke penguasan performansi.
4. Tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik, dinyatakan dalam bentuk perilaku atau penampilan, dan diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan.
5. Tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku yang menyeluruh, didalamnya tercakup perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor.
6. Tujuan pembelajaran seyogyanya dirumuskan secara jelas, dengan memperhatikan kaidah-kaidah tertentu.
Sumber:
Fitriana Elitawati .2002. Manfaat Tujuan Dalam Proses Belajar Mengajar. online : http://www.infodiknas.com/manfaat-tujuan-pembelajaran-khusus-dalam-proses-belajar-mengajar/. diakses 15 September 2009
Hamzah B. Uno.2008. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Nana Syaodih Sukmadinata. 2002. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Omar Hamalik.2005. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bandung: Bumi Aksara
Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses
Sri Wardani (2008). Perbedaan Indikator Pencapaian Kompetensi dan Tujuan Pembelajan, on line: http://p4tkmatematika.org/2008/10/perbedaan-indikator-pencapaian-kompetensi-dan-tujuan-pembelajaran-oleh-drasri-wardhani-mpd/, diakses 15 September 2009.
W. James Popham dan Eva L. Baker.2005. Teknik Mengajar Secara Sistematis (Terj. Amirul Hadi, dkk). Jakarta: Rineka Cipta.
W. Gulo. 2005. Strategi Belajar Mengajar.
Contoh Case Study
Contoh 1:
Sulitkah Mempertahankan Minat Belajar Mereka?
Oleh: Helsy Elselia, S.Pd.
Guru SMPN 2, Tanjungsari.
Sebagai seorang guru, saya berkeinginan agar siswa merasa senang saat belajar dan tetap mengikuti pembetajaran sampai jam pelajaran berakhir. Pada kesempatan ini pelajaran yang akan saya sampaikan adalah materi klasifikasi zat.
Konsep yang tercantum dalam RPP adalah asam, basa dan garam dalam kisaran standar kompetensi: Memahami klasifikasi zat, sedangkan kompetensi dasar: Melakukan percobaan sederhana dengan bahan yang diperoleh dalam kehidupan sehari hari. Konsep asam, basa dan garam diajarkan di kelas VII semester 1. Seperti kita ketahui bahwa pelajaran Kimia baru mulai dipelajari siswa setelah masuk SMP. Sehingga siswa yang baru tamat SD tersebut masih sangat merasa asing terhadap Laboratorium beserta alat dan bahannya sampai petunjuk kegiatannya (LKS).
Sabtu, 23 Agustus 2008, pukul 09.50, dilaksanakanlah pembelajaran di kelas 7D SMPN 2 Tanjungsari. Kegiatan belajar saat itu menggunakan pendekatan kontekstual dan siswa belajar dalam kelompok yang terdiri atas 4 orang dan dibagi menjadi 10 kelompok. Pengaturan meja dan bangku disusun membentuk angka 11. Pada awal pembelajaran saya lupa meminta siswa untuk menghadap ke depan papan tulis, sehingga ada beberapa siswa yang membelakangi guru. Saat itu saya begitu bersemangat untuk membawa siswa mengerti akan konsep kimia ini.
Apersepsi disampaikan dalam waktu kurang dari 15 menit, dan ada beberapa siswa yang belum siap untuk belajar. Mereka masih mengawasi sekeliling ruangan yang masih sangat asing baginya. Saya mulai menjelaskan bermacam-macam indicator dan ciri asam basa yang biasa dikenal, seperti ciri pada cuka dan sabun. Kemudian penjelasan berlanjut pada alat dan bahan eksperimen.
Saya memperhatikan ada beberapa siswa yang tidak mengikuti penjelasan itu. Penjelasan yang disampaikan dianggap angin lalu dan mereka asyik melihat keliling ruangan Lab. Reki adalah satu dari siswa tadi yang mengantuk dan meletakkan kepalanya di meja.
"Anak‑anak, tahukah kalian mengapa untuk mengurangi sakit pada lambung orang sering menggunakan obat seperti antasid? "Ucapan saya mulai sedikit menarik perhatian siswa saat melakukan tahap kontak dalam kontekstual. Lalu kegiatan belajar mulai melangkah ke tahap kuriositi." Coba kalian perhatikan tabung reaksi yang berisi ekstrak kulit buah manggis ini, apa warnanya? Sekarang ibu akan mencampurkannya dengan larutan antasid, sedikit kita aduk dan perhatikanlah dan ternyata campuran itu jadi berubah warna. Mengapa begitu, apa ada yang tahu alasannya?" Semua siswa terdiam dan terkagum‑kagum. Demikianlah demontrasi dilakukan sehingga terciptalah rasa ingin tahu siswa.
Tiba saatnya siswa ditugaskan untuk bereksplorasi dengan media pembelajaran dengan dipandu oleh LKS pada tahap elaborasi. Setiap siswa mendapatkan 2 lembar LKS.
Seperti pada awal pembelajaran Reki berada pada keadaan yang belum mau belajar dan malas mengikuti kegiatan kelompok. Rafima, teman sekelompoknya mulai menegur. "Ayo Rek baca LKS nya, bantu saya dong, jangan diam saja," Gerutu Rafima. Dengan terpaksa Reki mulai metirik demi LKS. Setelah ditemukan hal yang menarik dari kegiatan yang dilakukan teman temannya, mulailah minat Reki muncul. Perlahan ia mulai melakukan kegiatan dan berdiskusi tentang gejala yang timbut setelah meneteskan cuka pada takmus merah dan takmus biru. "Kok aneh ya mengapa lakmus biru berubah jadi merah sedangkan yang merahnya tidak berubah. Tapi bila ditetesi air kapur, malah yang berubah takmus merah jadi biru, sedangkan lakmus biru tetap," kata Reki aneh. Terbukalah suatu diskusi kelompok untuk membahas gejala yang timbul dan mereka mencatatnya pada tabel pengamatan. Tetapi penyebab terjadinya perubahan itu masih belum dapat mereka temukan dan ada keinginan untuk bertanya kepada guru, tapi keinginan itu hilang.
Sambil berkeliling membimbing kegiatan yang dilakukan siswa kelompok demi kelompok, saya memperhatikan aktivitas siswa. Saya merasa pembelajaran saat itu berhasil karena saya dapat membaca siswa senang dan betah belajar dari kegiatan eksperimen indikator asam basa ini.
Setelah kegiatan kelompok berakhir saya mulai masuk pada tahap nexus yaitu tahap perumusan rangkuman. Dengan sangat tergesa‑gesa, saya langsung memberika penjelasan tapi sayangnya penjelasan itu tidak menimbulkan adanya interaksi siswa dengan guru. Informasi banyak bersumber dari guru sehingga gurulah yang memonopoli pembicaraan. Banyak teori asam basa saya sampaikan secara langsung dan tidak ada kegiatan menggali pengetahuan siswa dari apa yang telah mereka lakukan. Dari raut wajah, banyak siswa yang merasa sulit menghubungkan sejumlah informasi yang diucapkan guru dan kegiatan ini membuat turunnya konsentrasi belajar siswa .
"Dari ketiga macam indicator alami yang kita gunakan hari ini, manakah indikotor yang paling baik dan apa alasannya." Saya mulai meminta perhatian siswa kembali. Banyak siswa terdiam. Kemudian saya mencoba menunjuk salah satu dari mereka untuk menjawab. Tapi apa jawab mereka? "Belum Bu, Kami tidak bisa menjawabnya!"
Akhirnya pertanyaan itu saya jawab dan pertegas sendiri setelah tidak saya temukan jawaban tepat dari mereka. Penjelasan itu saya akhiri dengan kesimpulan ciri ciri Larutan yang bersifat asam, basa dan netral. Jumtah siswa yang tidak memperhatikan dan mengikuti pembelajaran dengan baik jadi bertambah banyak. Meskipun beberapa pertanyaan dalam LKS dapat dijawab dengan baik, tapi ada beberapa konsep yang belum dipahami, sehingga siswa belum mampu menarik kesimpulan dari percobaan yang mereka lakukan, kemampuan itu hanya terbatas pada beberapa siswa saja. Hal ini terbukti dari hasil test yang diberikan guru.
Saya merasa kecewa. Awalnya saya mengira pembelajaran saat itu berhasil, ternyata tidak. Saya tidak dapat mempertahankan semangat belajar siswa yang justru malah di akhir jam pelajaran.
Meskipun sudah saya kuras energi ini untuk membuat siswa mengerti dengan berkeliling membimbing siswa, memberi penjelasan, tapi sia‑sia belaka karena justru motivasi yang muncul sangat tinggi pada kegiatan elaborasi menjadi sangat cepat menyusut di akhir pembelajaran. Kejadian ini sangat tidak saya harapkan karena mengapa saya tidak dapat mempertahankan semangat belajar siswa. Apa yang harus saya ubah dari pembelajaran ini.
CASE STUDY
CASE STUDY DALAM PEMBELAJARAN
Oleh
Mary dan Teuku Alamsyah
1. Hakikat Case study
Case study atau studi kasus adalah rangkuman pengalaman pembelajaran (pengalaman mengajar) yang ditulis oleh seorang guru/dosen dalam praktik pembelajaran mereka di kelas. Pengalaman tersebut memberikan contoh nyata tentang masalah‑masalah yang dihadapi oleh guru pada saat mereka melaksanakan pembelajaran. Gunanya adalah melalui pengkajian case study dalam pembelajaran dengan segala komponennya, para guru dapat melakukan evaluasi diri (self evalution), dapat memperbaiki dan sekaligus dapat meningkatkan praktik pembelajaran mereka di kelas. Bagi para calon guru, kajian terhadap case study akan dapat membuka wawasan mereka terhadap pembelajaran dan menanamkan konsep bagaimana seharusnya pembelajaran itu berlangsung.
Di sisi lain, case study tentang pembelajaran dapat digunakan untuk membantu, baik guru maupun mahasiswa calon guru dalam memahami hakikat pembelajaran. Studi kasus seperti ini menjadi catatan penting dalam pelaksanaan pembelajaran secara nyata. Case study ditulis dalam bentuk narasi dan berisi pengalaman pembelaJaran yang paling berkesan yang Anda ingat karena kesuksesannya, kesulitan, atau pengalaman yang penuh problematika. Case study ditulis dengan memperhatikan hal‑hal berikut ini.
1) Case study ditulis dalam bentuk cerita naratif yang sangat rinci dan sangat erat kaitannya dengan pengalaman yang Anda alami.
2) Case study tersebut sedapat‑dapatnya harus ringkas. Maksismum dua halaman ketikan. Namun, jika pengalaman yang akan diungkap dalam case study tergolong cukup esensial sebagai pengalaman bagi orang lain, case study dapat juga ditulis melebihi dua halaman ketikan.
3) Case study harus mernuat unsur kemanusiaan: kemauan yang Anda miliki, tindakan dan kesalahan Anda yang mengecewakan dan rasa kesenangan atau kekecewaan pada saat selesainya pernbahasan.
4) Case study memiliki judul yang mewakili keseluruhan isi pengalaman pembelajaran yang dituliskan.
5) Pengalaman yang dituangkan dalam case study adalah ungkapan kejujuran. Artinya, cerita dalam case study adalah cerita kejujuran
2. Manfaat Case Study
Manfaat yang dapat dipetik dari case study bagi guru dan bagi mahasiswa calon guru dapat dikernukakan sebagai berikut.
1) Sebagai evaluasi diri (self evalution) bagi guru untuk dapat memperbaiki dan sekaligus dapat meningkatkan praktik pembelajaran mereka di kelas.
2) Sebagai pembuka wawasan mahasiswa calon guru terhadap pembelajaran dan penanaman konsep bagaimana seharusnya pembelajaran itu berlangsung.
3) Guru dan mahasiswa calon guru dapat belajar dari kegagalan orang lain (guru penulis case study).
4) Menemukan kekurangan dan kelebihan proses pembelajaran berdasarkan pengalaman penulis case study.
5) Mahasiswa calon guru dapat memperoleh gambaran yang nyata tentang dunia anak khususnya di sekolah, termasuk di dalamnya memahami psikologi anak.
6) Guru dan mahasiswa calon guru dapat menggunakan metode dan strategi pembelajaran yang tepat sehingga tidak mengulangi kekeliruan yang dialami oleh penulis case study.
7) Keberhasilan yang dialami oleh penulis case study dapat menjadi acuan bagi orang lain (guru dan calon guru).
8) Bagi guru parnong, case study bermanfaat dalam pembimbingan mahasiswa PPL melaksanakan pembelajaran agar menjadi lebih baik.
9) Dengan mengkaji case study, guru ataupun calon guru menjadi lebih terbuka, lebih jujur, dan lebih berani mengungkapkan kegagalan yang dialarninya dalam pembelajaran.
10) Guru dan calon guru dapat belajar menulis pengalaman pembelajarannya dalam bentuk narasi pembelajaran.
3. Metode untuk Mengembangkan Case Study
1) Seorang guru menceritakan/menulis pengalaman yang sukses atau suatu permasalahan yang menarik yang muncul saat pembelajaran dengan pokok bahasan atau topik tertentu. Pengalaman yang diceritakan/dituliskan itu menggambarkan pemikiran guru tersebut tentang mengapa permasalahan atau pengalaman tersebut menarik.
2) Harus ditulis sesegera mungkin supaya tidak mudah terlupakan
3) Sebagai masukan dalam penulisan, penulis narasi dapat mempedomani komentar-komentar guru lain (guru mitra) yang ikut mengamati proses pembelajaran
4) Persiapan guru
5) RPP
6) Pelaksanaan pembelajaran
• Kegiatan awal, inti, dan akhir
• Metode dan strategi pembelajaran
• Materi pembelajaran
• Evaluasi
• Ketercapaian tujuan pembelajaran
7) Perilaku siswa
8) Perasaan guru (keberhasilan, kegagalan, dan persepsinya terhadap siswa)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebuah case study dalam bentuk narasi pembelajaran, prosesnya adalah sebagai berikut.
(1)
(2)
(3) Praktik pembelajaran di kelas (ada yang berpraktik mengajar dan ada yang mengamati)
(4) Pengamat menuliskan komentarnya
(5) Komentar yang ditulis oleh pengarnat tidak berupa "potret pembelajaran", tetapi mengarah pada proses pembelajaran dengan segala komponennya
(6) Komentar pengarnat ditulis pada saat proses pembelajaran berlangsung
(7) Pada akhir pembelajaran, komentar pengarnat diserahkan kepada guru yang berpraktik mengajar
(8) Guru yang berpraktik mengajar menuliskan pengalaman pembelajarannya dalam bentuk narasi pembelajaran
(9) Narasi yang sudah ditulis, diberijudul yang sesuai
(10) Setelah menulis narasi, guru juga menulis refleksi dengan cara membaca kembali narasi yang ditulisnya, kernudian baru menuliskan refleksi.
(11) Narasi yang sudah ditulis dibaca oleh pengamat dan pengarnat menuliskan komentarnya berdasarkan narasi dan hasil pengarnatan pembelajaran
(12) Case study dilengkapi dengan RPP dan hasil kerja siswa
(13) Narasi mernuat sernua hal yang dialarni dan dirasakan guru dalarn pembelajaran, termasuk di dalarnnya perilaku siswa
Penulisan Refleksi
1) Penulis disarankan membaca ulang narasi yang sudah ditulisnya itu beberapa kali, kemudian menuliskan refleksi terhadap narasi itu.
2) Guru‑guru lainnya diminta memberikan tanggapan/komentar dengan menuliskan ideide mereka sehubungan dengan kasus yang mereka baca tersebut.