Jumat, 30 September 2011

PENEMU MUDA DARI NUSA TENGGARA BARAT

Safira Dwi Tyas Putri
Penemu Muda dari Lombok Timur
“Masalah nggak ada habisnya dan selama itu aku masih akan berkarya”
Siapa yang nggak bete kalau sedang enak-enaknya ngobrol sama teman pakai handphone lalu tiba-tiba lowbat? Dan saat mau nge-charge malah mati lampu? Inilah yang dirasakan sama Safira Dwi Tyas Putri, cewek asal Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.
“Listrik di daerah kami suka mati dan aku nyoba cari alternatif supaya kita nggak tergantung sama energi listrik yang ada. Yah seenggaknya untuk urusan ngecharge hape” cerita cewek yang biasa dipanggil Safira ini.
Dari masalah itulah akhirnya cewek yang baru lulus SMP 1 Aikmel ini menciptakan sebuah alat sederhana yang bisa jadi alternatif untuk mengisi daya batre handphone kita. Dibantu sang Ayah, Bapak Hasto Tyas Suryono yang adalah seorang guru ini akhirnya Safira menciptakan Sepatu Sumber Energi Listrik
“Semua orang normal pasti bisa berjalan kaki, kenapa nggak pakai energi yang dihasilkan dari berjalan? Terus setiap orang yang bisa jalan kaki pasti punya sepatu soalnya ini benda yang umum banget. Nah dari sanalah aku berawal” Ungkap Safira tentang penemuannya yang tenyata hanya menghabiskan biaya sekitar Rp. 20.000.

Siapa sangka berawal dari niat memecahkan masalah yang ada penemuan ini justru membawa Safira ke ajang penemu muda tingkat dunia. Dimulai dari informasi penyelenggaraan ajang penemu muda tingkat nasional yang di temukan oleh sang ayah saat browsing internet akhirnya Safira mengikuti ajang tersebut dengan membawa alatnya. Menjadi juara favorit membuat Safira melenggang ke Asian Young Inventions of Energy Exhibition (AYEE 2010) di Taiwan tahun 2010 yang lalu.
Sebelum terbang ke Kampus Southern Taiwan University (STUT) Tainan, Taiwan. Safira dan beberapa duta dari Indonesia menjalani beberapa pelatihan dari LIPI khususnya untuk mengasah teknik presentasi dari berbagai penemuan mereka yang ciamik. Disana penemuan Safira dipamerkan dan “diadu” dengan penemuan peserta lain dari berbagai negara dan berbagai jenjang.
“Sempat minder juga pas nyampe sana, apalagi waktu ngeliat peserta lain yang alatnya lebih sederhana tapi fungsinya maksimal” Cerita peraih Medali Emas di ajang tersebut tentang pengalamannya disana.
Hobi utak-atik yang dilakoni penggemar Gita Gutawa ini ternyata sudah muncul sejak duduk di bangku sekolah dasar loh! Saat kelas 5 SD safita sudah mulai menciptakan prorotype generator tenaga angin ciptaannya. Nggak cuma itu, Safira pun pernah membuat miniatur roket yang mengispirasinya menjadi seorang astronot.
Medali emas yang dibawa Safira ini ternyata bukan penghargaan pertama yang diraihnya. Beberapa saat sebelum terbang ke Taiwan, Safira baru saja menjadi Juara favorit lomba membuat replika wahana bermain yang diselenggarakan oleh sebuah taman bermain di Jakarta.
“Masalah nggak ada habisnya dan selama itu aku masih akan berkarya. Untuk saat ini aku mau menyempurnakan dulu alat ini supaya ukurannya lebih kecil tapi nggak ngurangin tenagaanya. Siapa tau nanti bisa diselipin di bawah sol sepatu jadi lebih praktis” Cerita cewek yang Lahir di Aikmel, Lombok Timur 21 Juni 1996 tentang rencana kedepannya.
Sadar dengan masa remaja yang sedang dijalaninya, Safira yang baru akan menginjak masa SMA di Sampoerna Academy Campus Bogor ini merasa kalau kegiatan yang sedang dijalaninya adalah emas yang harus di isi dengan hal-hal yang berguna.
“Remaja itu masa produktif sayang banget kalau nggak dimanfaatin dengan maksimal. Kita harus bisa memanfaatkan semua yang udah ada. Niat dan rasa ingin tahu yang besar serta keinginan untuk memecahkan masalah jadi salah satu modal anak muda untuk maju”
Sebagai salah satu anak muda Indonesia yang berprestasi, cewek yang juga suka baca komik detektif ini menyayangkan aksi beberapa anak muda yang terjebak kegiatan terorisme. Terlebih lagi saat membaca berita kalau ternyata mereka punya keahlian “utak-utik” yang sama sepertinya.
“Teroris itu orang-orang yang meresahkan dan mengancam semua yang ada. Sayang banget kalau ada anak-anak muda bertalenta yang sampai terjerumus. Kalau ternyata ada teman kita yang sudah tertarik ke dunia kaya gitu, tugas kita buat ngingetin dia kalau dia udah ngelakuin hal yang salah sama kemampuan yang dia punya” Tutur Safira dengan argument singkatnya. yang bisa dihubungi lewat safiraputri.dwi@gmail.com
Sumber: Ucha


Foto: Ucha

Sabtu, 02 Juli 2011

HUBUNGAN BATIN MADURA - DOMPU- BIMA

Liburan tahun pelajaran 2010/2011 di kabupaten Sampang dimulai dari tanggal 19 Juni 2011 sampai dengan tanggal 10 Juli 2011. Saya ingin dalam liburan ini dapat dimanfaatkan dengan hal-hal yang bermanfaat. Maka setelah menyelesaikan administrasi kelas 6, terkait raport, dan ijazah saya putuskan untuk pergi ke NTB, tepatnya ke kabupaten Bima dan Dompu.
Empat hari sebelum pemberangkatan saya telah memesan tiket bus jurusan Surabaya -Bima, dengan harga Rp400.000,-. Hari Minggu pagi saya telah berangkat dari sampang menuju Jl.Dupak sebelah barat pasar Turi, karena di sanalah kantor pusat agen " Bus Rasa Sayang ". jam 11.00 WIB saya telah tiba di sana dan menunggu bus yang datang dari arah Jakarta menuju Bima. Pukul 13.00 WIB, rupanya bus baru tiba. sekitar pukul 15.00 WIB bus telah bertolak langsung menuju Bima. Pukul 23.00 kami telah tiba di pelabuhan penyeberangan Ketapang-Gilimanuk. penyeberangan memakan waktu sekitar 1 jam, sehingga sekitar pukul24.00 WIB. Perjalanan dari ujung barat Pulau Dewata menuju ujung timur pulau tersebut tidak terasa karena saking ngantuknya tanpa terasa sekitar pukul 05.00 pagi kami telah sampai di pelabuhan Padangbai. Sekitar pukul 06.00 pagi kapal yang memuat bus kami telah bertolak menuju pelabuhan lembar di pulau Lombok. perjalanan memakan waktu cukup lama. kegiatan inipun saya lakukan di kapal dengan kegiatan tidur-tiduran. perjalanan memerlukan waktu sekitar 4 jam, benar-benar waktu penyeberangan yang cukup lama.
Pukul 10.00 WIB atau pukul 11 waktu setempat kapal sudah merapat ke pabuhan Lembar. perjalan dari pelabuhan lembar ke Kota Mataram memakan waktu sekitar 2 jam. sehingga pukul 12.00 WIB kami sudah sampai di terminal "Mandalika " Mataram. Setelah berhenti sekitar 30 menit untuk beristirahat dan makan siang selanjutnya bus menuju lombok timur tepatnya di pelabuhan Kayangan. Pukul 15.00 kami telah tiba di sana. Hanya saja kali ini antri cukup lama karena pelabupan yang dioperasikan yang biasanya dua hanya beroperasi satu. Pukul 16.00 buspun masuk pula ke kapal dan perjalananpun berlanjut ke pelabuhan Pototano ( alas Sumbawa ). Ketika kami sampai di Pototano, jam sudah menunjukkan pukul 18.00.Perjalananpun berlanjutnya hingga akhiirnya bus bus berhenti sebentar di Alas untuk memberi service makan malam kepada penumpang. Perjalanan bus menyusuri pulau sumbawa Cukup melelahkan, karena di Pulau sumbawa bagian bagian timur perbatasan dengan kabupaten Dompu sedang diadakan pelebaran jalan di sepanjang ratusan kilometer, hal ini berakibat pada kelajuan bus yang berjalan semakin lambat. Dalam keadaan normal bus seharusnya sampai di Dompu sekitar pukul 11.00, namun dengan perbaikan tersebut akhirnya bus sampai di Dompu pukul 03.00 dini hari. Saya turun di Dompu di Cabang kodim Dompu. Suasana nampak amat sepi maklum karena pada saat itu penduduk sekitar mungkin enak-enaknya tidur. Setelah menghubungi teman melalui HP akhirnya sayapun dijemput dengan sepeda motor, dalam hitungan menit sayapun tiba di rumah teman saya yang saya anggap sebagai orang tua saya sendiri karena ketika pertama kali saya ditempatkan sebagai tenaga guru di dompu tahun 1993 silam kami juga di tampung di rumah beliau sekitar 3 bulan sampai anak kami yang pertamapun lahir di rumah tersebut. setelah berbincang bincang sebentar adzan subuh berkumandang. setelah sholat subuh karena tidak kuat menahan kantuk sayapun dipersilahkan tidur. ketika bangun ternyata jam sudah menunjukkan pukul 07.30 waktu setempak.
Pagi itu perjalanan saya lanjutkan ke kota Bima, perjalanan berlangsung cukup santai karena memakai sepeda motor. Pukul 10.00 saya sudah tiba di kampus STKIP bima dan melegalisir beberapa foto copy Ijazah. Saya sangat heran dan sekaligus bangga melihat perkembangan terakhir kampus almater saya ini. Selain gedungnya yang mengalami pembagunan yang sangat pesat, ternyata saat ini STKIP Bima sedang menampung lebih kurang 12.000 mahasiswa dari berbagai jurusan yang ada.
Setelah mengadakan bincang-bingcang dengan beberapa dosen yang juga dosen saya ketika saya kuliah di sana, tanpa terasa jam sudah menunjukkan pukul 15.00 ( 3 sore). sayapun segera kembali ke Dompu dan tiba di Dompu sekitar pukul 17.00 ( 05 sore.
Malam harinya saya manfaatkan untuk bersilaturrahmi dengan dengan beberapa teman Madura yang ada di sana. Pagi harinya perjalanan saya khususkan ke Desa Bara dan Desa Madaprama ( awalnya kampung Duridungga/Buna) karena di kedua desa ini beberapa tahun yang lalu saya mengajar di sana. Dan tinggal di perumahan dinas dusun Buna sekitar empat tahun ( 1993 - 1997 ) sebelum akhirnya menempatu rumah yang saya beli di kelurahan Potu -Dompu.
perjalanan yang di kedua desa ini sangat mengharukan dan sekaligus membanggakan. mengharukan karena sambutan beberapa teman lama yang ada di sana sangat-sangat diliputi rasa kekeluargaan. Mereka sangat senang kerena dapat bertemu kembali, dan yang sangat membanggakan ternyata siswa saya dan siswa istri saya sebagian besar telah, dan sedang mengenyam perguruan tinggi di Bima, Makasar, dan Malang. Padahal dulu-dulunya sangat jarang yang melanjutkan kuliah. bahkan dari beberapa diantaranya ada yang telah menjadi PNS, Polisi, tentara, dll. ini sungguh membanggakan.
Bahkan beberapa diantara mereka yang bertemu dengan saya hapir-hampir tak kuat untuk meneteskan air mata karena terharu, dapat bertemu kembali dengan gurunya yang datang nun jauh disana. mereka tidak memandang gurunya berasal dari suku apa, dan sayapun pada saat mendidik mereka tidak memikirkan mereka itu suku apa, yang saya pikirkan pada saat itu bagaimana menjadikan mereka manusia yang barguna bagi, agama nusa, dan bangsa.
Tiga hari disana akhirnya saya harus meninggalkan bumi " Nggahi Rawi Pahu" dan Bumi " Ngha Aina Ngoho", saya berharap di lain waktu saya dapat kembali lagi ke sana, dan bersama dengan mereka dalam waktu yang mengobati kerinduan. Inilah penting dan manfaat hidup. selamat menjadi manusia yang berguna anak-anakku. Dari gurumu di pulau Garam.

Rabu, 15 Juni 2011

CARA MENINGKATKAN JUMLAH PENGUNJUNG KE BLOG KITA

Jika blog yang kita miliki ingin ramai pengunjung maka ada beberapa cara yang dapat kita lakukan yaitu :



1. Rajin Meninggalkan Link Situs Web / Blog Kita

Ada banyak cara untuk meninggalkan alamat situs kita di internet agar orang lain yang tertarik bisa datang untuk melihatnya. Bisa dengan rajin komentar di blog, artikel, buku tamu atau forum orang lain sambil memasang link website kita. Bisa juga dengan rajin nimbrung di mailing list lalu di akhir pesan kita pasang link kita. Bisa juga dengan meninggalkannya setiap kita berkirim-kirim pesan lewat email, facebook, twitter, friendster, personal message (pm), dan sebagainya.

2. Rajin Ikut Social Bookmarking Internet

Kita harus rajin-rajin membookmark sosial setiap postingan artikel kita di social bookmark agar banyak orang yang melihat. Syukur-syukur jika ada yang tertarik bisa langsung datang mengunjungi. Beberapa contoh social bookmark lokal indonesia adalah infogue.com dan lintasberita.com. Sedangkan yang luar negeri adalah digg.com, delicio.us, buzz.yahoo.com, dan lain-lain.

3. Rajin Memasukkan Link Ke Web Directory dan Article Directory

Ada banyak direktori internet yang bisa kita titipkan alamat website kita atau blog kita di web yang secara khusus memaparkan koleksi link yang terbagi atas banyak kategori. Untuk web direktori kita memasukkan deskripsi singkat, namun untuk direktori artikel kita harus buat tulisan dulu yang disisipkan link-link kita di dalamnya. Jika kita berhasil memasukkan banyak link ke direktori, maka kemungkinan kita mendapatkan pengunjung akan besar.

4. Saling Bertukar Pengunjung Dengan Webmaster Lain

Kita bisa saling tukar-menukar link dengan pemilik website atau blog lain dengan harapan ada pengunjung web lain mengunjungi website atau blog kita. Ada juga situs web khusus yang melayani tukar-menukar kunjungan secara otomatis yang kita hanya tinggal memasang kode di web kita. Kita harus menyumbang beberapa pengunjung dari web kita terlebih dulu untuk mendapat pengunjung dari web lain. Ada juga yang mewajibkan kita mengunjungi web lain dulu untuk dapat kunjungan dari web lain.

5. Beli Pengunjung Secara Instan

Banyak iklan di internet yang menawarkan kunjungan dalam jumlah tertentu dalam waktu yang singkat. Bagi anda yang menginginkan pengunjung yang benar-benar tertarik untuk menyelami isi website atau blog kita, maka ini bukan cara yang benar untuk anda. Karena pengunjung (traffic) yang kita dapat hanya datang dan pergi begitu saja. Mungkin hanya beberapa saja yang kemudian menyelami isi web kita. Bisa jadi yang datang adalah robot, orang yang nyasar karena komputernya kena virus dan orang yang dibayar atau diberikan sesuatu untuk browsing ke website kita.

Contoh mesin pencarian (search engine) : google, yahoo, bing, baidu, ask, dogpile, dan lain-lain.

Sunber : organisasi.org

Selasa, 07 Juni 2011

MATERI BIOLOGI " SEL "

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

A. Sel

"Sel" beralih ke halaman ini. Untuk kegunaan lain dari Sel, lihat Sel (disambiguasi).
Sel selaput penyusun umbi bawang bombay (Allium cepa). Tampak dinding sel dan inti sel (berupa noktah di dalam setiap 'ruang'). Perbesaran 400 kali.

Sel merupakan unit organisasi terkecil yang menjadi dasar kehidupan dalam arti biologis. Semua fungsi kehidupan diatur dan berlangsung di dalam sel. Oleh karena itu, sel dapat berfungsi secara autonom asalkan seluruh kebutuhan hidupnya terpenuhi.

Semua organisme selular terbagi ke dalam dua golongan besar berdasarkan arsitektur basal dari selnya, yaitu organisme prokariota dan organisme eukariota.[1]

Organisme prokariota tidak memiliki inti sel dan mempunyai organisasi internal sel yang relatif lebih sederhana. Prokariota terbagi menjadi dua kelompok yang besar: eubakteria yang meliputi hampir seluruh jenis bakteri, dan archaea, kelompok prokariota yang sangat mirip dengan bakteri dan berkembang-biak di lingkungan yang ekstrem seperti sumber air panas yang bersifat asam atau air yang mengandung kadar garam yang sangat tinggi. Genom prokariota terdiri dari kromosom tunggal yang melingkar, tanpa organisasi DNA.

Organisme eukariota memiliki organisasi intraselular yang jauh lebih kompleks, antara lain dengan membran internal, organel yang memiliki membran tersendiri seperti inti sel dan sitoskeleton yang sangat terstruktur. Sel eukariota memiliki beberapa kromosom linear di dalam nuklei, di dalamnya terdapat sederet molekul DNA yang sangat panjang yang terbagi dalam paket-paket yang dipisahkan oleh histon dan protein yang lain.

Jika panjang DNA diberi notasi C dan jumlah kromosom dalam genom diberi notasi n, maka notasi 2nC menunjukkan genom sel diploid, 1nC menunjukkan genom sel haploid, 3nC menunjukkan genom sel triploid, 4nC menunjukkan genom sel tetraploid. Pada manusia, C = 3,5 × 10-12 g, dengan n = 23, sehingga genom manusia dirumuskan menjadi 2 x 23 x 3,5 × 10-12, karena sel eukariota manusia memiliki genom diploid.

Sejenis sel diploid yaitu sel nutfah dapat terdiferensiasi menjadi sel gamet haploid. Genom sel gamet pada manusia memiliki 23 kromosom, 22 diantaranya merupakan otosom, sisanya merupakan kromosom genital. Pada oosit, kromosom genital senantiasa memiliki notasi X, sedangkan pada spermatosit, kromosom dapat berupa X maupun Y. Setelah terjadi fertilisasi antara kedua sel gamet yang berbeda kromosom genitalnya, terbentuklah sebuah zigot diploid. Notasi genom yang digunakan untuk zigot adalah 46,XX atau 46,XY.

Pada umumnya sel somatik merupakan sel diploid, namun terdapat beberapa perkecualian, antara lain: sel darah merah dan keratinosit memiliki genom nuliploid. Hepatosit bergenom tetraploid 4nC, sedang megakariosit pada sumsum tulang belakang memiliki genom poliploid hingga 8nC, 16nC atau 32nC dan dapat melakukan proliferasi hingga menghasilkan ribuan sel nuliploid. Banyaknya ploidi pada sel terjadi sebagai akibat dari replikasi DNA yang tidak disertai pembelahan sel, yang lazim disebut sebagai endomitosis.

B.Sejarah Penemuan Sel

Robert Hooke


Pada awalnya sel digambarkan pada tahun 1665 oleh seorang ilmuwan Inggris Robert Hooke yang telah meneliti irisan tipis gabus melalui mikroskop yang dirancangnya sendiri. Kata sel berasal dari kata bahasa Latin cellula yang berarti rongga/ruangan.

Pada tahun 1835, sebelum teori Sel merupakan unit organisasi terkecil yang menjadi dasar kehidupan dalam arti biologis. Semua fungsi kehidupan diatur dan berlangsung di dalam sel. Karena itulah, sel dapat berfungsi secara autonom asalkan seluruh kebutuhan hidupnya terpenuhi.

Semua organisme selular terbagi ke dalam dua golongan besar berdasarkan arsitektur basal dari selnya, yaitu organisme prokariota dan organisme eukariota.[1]

Organisme prokariota tidak memiliki inti sel dan mempunyai organisasi internal sel yang relatif lebih sederhana. Prokariota terbagi menjadi dua kelompok yang besar: eubakteria yang meliputi hampir seluruh jenis bakteri, dan archaea, kelompok prokariota yang sangat mirip dengan bakteri dan berkembang-biak di lingkungan yang ekstrem seperti sumber air panas yang bersifat asam atau air yang mengandung kadar garam yang sangat tinggi. Genom prokariota terdiri dari kromosom tunggal yang melingkar, tanpa organisasi DNA.

Organisme eukariota memiliki organisasi intraselular yang jauh lebih kompleks, antara lain dengan membran internal, organel yang memiliki membran tersendiri seperti inti sel dan sitoskeleton yang sangat terstruktur. Sel eukariota memiliki beberapa kromosom linear di dalam nuklei, di dalamnya terdapat sederet molekul DNA yang sangat panjang yang terbagi dalam paket-paket yang dipisahkan oleh histon dan protein yang lain.

Jika panjang DNA diberi notasi C dan jumlah kromosom dalam genom diberi notasi n, maka notasi 2nC menunjukkan genom sel diploid, 1nC menunjukkan genom sel haploid, 3nC menunjukkan genom sel triploid, 4nC menunjukkan genom sel tetraploid. Pada manusia, C = 3,5 × 10-12 g, dengan n = 23, sehingga genom manusia dirumuskan menjadi 2 x 23 x 3,5 × 10-12, karena sel eukariota manusia memiliki genom diploid.

Sejenis sel diploid yaitu sel nutfah dapat terdiferensiasi menjadi sel gamet haploid. Genom sel gamet pada manusia memiliki 23 kromosom, 22 diantaranya merupakan otosom, sisanya merupakan kromosom genital. Pada oosit, kromosom genital senantiasa memiliki notasi X, sedangkan pada spermatosit, kromosom dapat berupa X maupun Y. Setelah terjadi fertilisasi antara kedua sel gamet yang berbeda kromosom genitalnya, terbentuklah sebuah zigot diploid. Notasi genom yang digunakan untuk zigot adalah 46,XX atau 46,XY.

Pada umumnya sel somatik merupakan sel diploid, namun terdapat beberapa perkecualian, antara lain: sel darah merah dan keratinosit memiliki genom nuliploid. Hepatosit bergenom tetraploid 4nC, sedang megakariosit pada sumsum tulang belakang memiliki genom poliploid hingga 8nC, 16nC atau 32nC dan dapat melakukan proliferasi hingga menghasilkan ribuan sel nuliploid. Banyaknya ploidi pada sel terjadi sebagai akibat dari replikasi DNA yang tidak disertai pembelahan sel, yang lazim disebut sebagai endomitosis. sel menjadi lengkap, Jan Evangelista PurkynÄ› melakukan pengamatan terhadap granula pada tanaman melalui mikroskop. Teori sel kemudian dikembangkan pada tahun 1839 oleh Matthias Jakob Schleiden dan Theodor Schwann yang mengatakan bahwa semua makhluk hidup atau organisme tersusun dari satu sel tunggal, yang disebut uniselular, atau lebih, yang disebut multiselular. Semua sel berasal dari sel yang telah ada sebelumnya, di dalam sel terjadi fungsi-fungsi vital demi kelangsungan hidup organisme dan terdapat informasi mengenai regulasi fungsi tersebut yang dapat diteruskan pada generasi sel berikutnya.

Struktur sel dan fungsi-fungsinya secara menakjubkan hampir serupa untuk semua organisme, namun jalur evolusi yang ditempuh oleh masing-masing golongan besar organisme (Regnum) juga memiliki kekhususan sendiri-sendiri. Sel-sel prokariota beradaptasi dengan kehidupan uniselular sedangkan sel-sel eukariota beradaptasi untuk hidup saling bekerja sama dalam organisasi yang sangat rapi.

C. Perkembangan Sel

Di dalam tubuh manusia, telah dikenali sekitar 210 jenis sel. Sebagaimana organisme multiselular lainnya, kehidupan manusia juga dimulai dari sebuah sel embrio diploid hasil dari fusi haploid oosit dan spermatosit yang kemudian mengalami serangkaian mitosis. Pada tahap awal, sel-sel embrio bersifat totipoten, setiap sel memiliki kapasitas untuk terdiferensiasi menjadi salah satu dari seluruh jenis sel tubuh. Selang berjalannya tahap perkembangan, kapasitas diferensiasi menjadi menurun menjadi pluripoten, hingga menjadi sel progenitor yang hanya memiliki kapasitas untuk terdiferensiasi menjadi satu jenis sel saja, dengan kapasitas unipoten.

Pada level molekular, perkembangan sel dikendalikan melalui suatu proses pembelahan sel, diferensiasi sel, morfogenesis dan apoptosis. Tiap proses, pada awalnya, diaktivasi secara genetik, sebelum sel tersebut dapat menerima sinyal mitogenik dari lingkungan di luar sel.

D. Proses Pembelahan Sel

Siklus sel adalah proses duplikasi secara akurat untuk menghasilkan jumlah DNA kromosom yang cukup banyak dan mendukung segregasi untuk menghasilkan dua sel anakan yang identik secara genetik. Proses ini berlangsung terus-menerus dan berulang (siklik)

Pertumbuhan dan perkembangan sel tidak lepas dari siklus kehidupan yang dialami sel untuk tetap bertahan hidup. Siklus ini mengatur pertumbuhan sel dengan meregulasi waktu pembelahan dan mengatur perkembangan sel dengan mengatur jumlah ekspresi atau translasi gen pada masing-masing sel yang menentukan diferensiasinya.

Fase pada siklus sel

1. Fasa S (sintesis): Tahap terjadinya replikasi DNA
2. Fasa M (mitosis): Tahap terjadinya pembelahan sel (baik pembelahan biner atau pembentukan
tunas)
3. Fasa G (gap): Tahap pertumbuhan bagi sel.
a. Fasa G0, sel yang baru saja mengalami pembelahan berada dalam keadaan diam atau sel
tidak melakukan pertumbuhan maupun perkembangan. Kondisi ini sangat bergantung pada
sinyal atau rangsangan baik dari luar atau dalam sel. Umum terjadi dan beberapa
tidak melanjutkan pertumbuhan (dorman) dan mati.
b. Fasa G1, sel eukariot mendapatkan sinyal untuk tumbuh, antara sitokinesis dan
sintesis.
c. Fasa G2, pertumbuhan sel eukariot antara sintesis dan mitosis.

Fasa tersebut berlangsung dengan urutan S > G2 > M > G0 > G1 > kembali ke S. Dalam konteks
Mitosis, fase G dan S disebut sebagai Interfase.

Regenerasi sel adalah proses pertumbuhan dan perkembangan sel yang bertujuan untuk mengisi ruang tertentu pada jaringan atau memperbaiki bagian yang rusak.

Diferensiasi sel adalah proses pematangan suatu sel menjadi sel yang spesifik dan fungsional, terletak pada posisi tertentu di dalam jaringan, dan mendukung fisiologis hewan. Misalnya, sebuah stem cell mampu berdiferensiasi menjadi sel kulit.

Saat sebuah sel tunggal, yaitu sel yang telah dibuahi, mengalami pembelahan berulang kali dan menghasilkan pola akhir dengan keakuratan dan kompleksitas yang spektakuler, sel itu telah mengalami regenerasi dan diferensiasi.

E. Deferensiasi Sel

Regenerasi dan diferensiasi sel hewan ditentukan oleh genom. Genom yang identik terdapat pada setiap sel, namun mengekspresikan set gen yang berbeda, bergantung pada jumlah gen yang diekspresikan. Misalnya, pada sel retina mata, tentu gen penyandi karakteristik penangkap cahaya terdapat dalam jumlah yang jauh lebih banyak daripada ekspresi gen indera lainnya.

F. Morfogenesis

Pengekspresian gen itu sendiri memengaruhi jumlah sel, jenis sel, interaksi sel, bahkan lokasi sel. Oleh karena itu, sel hewan memiliki 4 proses esensial pengkonstruksian embrio yang diatur oleh ekspresi gen, sebagai berikut:

Proliferasi sel
menghasilkan banyak sel dari satu sel
Spesialisasi sel
menciptakan sel dengan karakteristik berbeda pada posisi yang berbeda
Interaksi sel
mengkoordinasi perilaku sebuah sel dengan sel tetangganya
Pergerakan sel
menyusun sel untuk membentuk struktur jaringan dan organ

Pada embrio yang berkembang, keempat proses ini berlangsung bersamaan. Tidak ada badan pengatur khusus untuk proses ini. Setiap sel dari jutaan sel embrio harus membuat keputusannya masing-masing, menurut jumlah kopi instruksi genetik dan kondisi khusus masing-masing sel.

Sel tubuh, seperti otot, saraf, dsb. tetap mempertahankan karakteristik karena masih mengingat sinyal yang diberikan oleh nenek moyangnya saat awal perkembangan embrio.

G. Struktur Sel

1. Sel eukariota

Secara umum setiap sel memiliki

* membran sel,
* sitoplasma, dan
* inti sel atau nukleus.

Sitoplasma dan inti sel bersama-sama disebut sebagai protoplasma. Sitoplasma berwujud cairan
kental (sitosol) yang di dalamnya terdapat berbagai organel yang memiliki fungsi yang
terorganisasi untuk mendukung kehidupan sel. Organel memiliki struktur terpisah dari sitosol
dan merupakan "kompartementasi" di dalam sel, sehingga memungkinkan terjadinya reaksi yang
tidak mungkin berlangsung di sitosol. Sitoplasma juga didukung oleh jaringan kerangka yang
mendukung bentuk sitoplasma sehingga tidak mudah berubah bentuk.

Organel-organel yang ditemukan pada sitoplasma adalah

* mitokondria (kondriosom)
* badan Golgi (diktiosom)
* retikulum endoplasma
* plastida (khusus tumbuhan, mencakup leukoplas, kloroplas, dan kromoplas)
* vakuola (khusus tumbuhan)

2. Sel Prokariota

Sel tumbuhan dan sel bakteri memiliki lapisan di luar membran yang dikenal sebagai dinding
sel. Dinding sel bersifat tidak elastis dan membatasi perubahan ukuran sel. Keberadaan
dinding sel juga menyebabkan terbentuknya ruang antarsel, yang pada tumbuhan menjadi bagian
penting dari transportasi hara dan mineral di dalam tubuh tumbuhan.

Sel tumbuhan, sel hewan, dan sel bakteri

H. Sel-Sel Khusus

* Sel Tidak Berinti, contohnya trombosit dan eritrosit (Sel darah merah). Di dalam sel darah
merah, terdapat hemoglobin sebagai pengganti nukleus (inti sel).
* Sel Berinti Banyak, contohnya Paramecium sp dan sel otot
* Sel hewan berklorofil, contohnya euglena sp. Euglena sp adalah hewan uniseluler
berklorofil.
* Sel pendukung, contohnya adalah sel xilem. Sel xilem akan mati dan meninggalkan dinding
sel sebagai "tulang" dan saluran air. Kedua ini sangatlah membantu dalam proses
transpirasi pada tumbuhan.

Referensi

1. ^ a b (Inggris) Tom Strachan, Andrew P Read (1999). Human Molecular Genetics (edisi ke-2). Wiley-Liss. hlm. Chromosomes in cells. ISBN 1-85996-202-5. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/bookshelf/br.fcgi?book=hmg&part=A127. Diakses pada 9 Agustus 2010.

* Alberts B, Johnson A, Lewis J, Raff M, Roberts K, Walter P. 2002. Molecular Biology of The Cell. New York and London: Garland Science

Selasa, 31 Mei 2011

MENGENAL LEBIH DEKAT MADURA

A.Suku Madura
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Suku Madura merupakan etnis dengan populasi besar di Indonesia, jumlahnya sekitar 20 juta jiwa. Mereka berasal dari Pulau Madura dan pulau-pulau sekitarnya, seperti Gili Raja, Sapudi, Raas, dan Kangean. Selain itu, orang Madura tinggal di bagian timur Jawa Timurbiasa disebut wilayah Tapal kuda,dari Pasuruan sampai utara Banyuwangi. Orang Madura yang berada di Situbondo dan Bondowoso, serta timur Probolinggo,Jember, jumlahnya paling banyak dan jarang yang bisa berbahasa Jawa, juga termasuk Surabaya Utara ,serta sebagian Malang

Disamping suku Jawa dan Sunda, orang Madura juga banyak yang bertransmigrasi ke wilayah lain terutama ke Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, serta ke Jakarta,Tanggerang,Depok,Bogor,Bekasi,dan sekitarnya, juga Negara Timur Tengah khususnya Saudi Arabia. Beberapa kota di Kalimantan seperti Sampit dan Sambas, pernah terjadi kerusuhan etnis yang melibatkan orang Madura. Orang Madura pada dasarnya adalah orang yang suka merantau karena keadaan wilayahnya yang tidak baik untuk bertani. Orang Madura senang berdagang, terutama besi tua dan barang-barang bekas lainnya. Selain itu banyak yang bekerja menjadi nelayan dan buruh,serta beberapa ada yang berhasil menjadi,Tekonokrat,Biokrat,Mentri atau Pangkat tinggi di dunia militer.

Suku Madura terkenal karena gaya bicaranya yang blak-blakan serta sifatnya yang temperamental dan mudah tersinggung, tetapi mereka juga dikenal hemat, disiplin, dan rajin bekerja. Untuk naik haji, orang Madura sekalipun miskin pasti menyisihkan sedikit penghasilannya untuk simpanan naik haji. Selain itu orang Madura dikenal mempunyai tradisi Islam yang kuat, sekalipun kadang melakukan ritual Pethik Laut atau Rokat Tasse (sama dengan larung sesaji).

Harga diri, juga paling penting dalam kehidupan orang Madura, mereka memiliki sebuah peribahasa lebbi bagus pote tollang, atembang pote mata. Artinya, lebih baik mati (putih tulang) daripada malu (putih mata). Sifat yang seperti ini melahirkan tradisi carok pada masyarakat Madura.

B. Bahasa Madura

Bahasa Madura adalah bahasa yang digunakan Suku Madura. Bahasa Madura mempunyai penutur kurang lebih 14 juta orang [1], dan terpusat di Pulau Madura, Ujung Timur Pulau Jawa atau di kawasan yang disebut kawasan Tapal Kuda terbentang dari Pasuruan, Surabaya, Malang, sampai Banyuwangi, Kepulauan Masalembo, hingga Pulau Kalimantan.

Bahasa Kangean, walau serumpun, dianggap bahasa tersendiri.

Di Pulau Kalimantan, masyarakat Madura terpusat di kawasan Sambas, Pontianak, Bengkayang dan Ketapang, Kalimantan Barat, sedangkan di Kalimantan Tengah mereka berkonsentrasi di daerah Kotawaringin Timur, Palangkaraya dan Kapuas. Namun kebanyakan generasi muda Madura di kawasan ini sudah hilang penguasaan terhadap bahasa ibunda mereka

1. Kosa Kata
Bahasa Madura merupakan anak cabang dari bahasa Austronesia ranting Malayo-Polinesia, sehingga mempunyai kesamaan dengan bahasa-bahasa daerah lainnya di Indonesia.

Bahasa Madura banyak terpengaruh oleh Bahasa Jawa, Melayu, Bugis, Tionghoa dan lain sebagainya. Pengaruh bahasa Jawa sangat terasa dalam bentuk sistem hierarki berbahasa sebagai akibat pendudukan Mataram atas Pulau Madura. Banyak juga kata-kata dalam bahasa ini yang berakar dari bahasa Indonesia atau Melayu bahkan dengan Minangkabau, tetapi sudah tentu dengan lafal yang berbeda.

Contoh :

* bhila (huruf "a" dibaca [e] (info)) sama dengan bila = kapan
* oreng = orang
* tadha' = tidak ada (hampir sama dengan kata tadak dalam Melayu Pontianak)
* dhimma (baca: dimmah) = mana? (hampir serupa dengan dima di Minangkabau)
* tanya = sama dengan tanya
* cakalan = tongkol (hampir mirip dengan kata Bugis : cakalang tapi tidak sengau)
* onggu = sungguh, benar (dari kata sungguh)
* Kamma (baca: kammah mirip dengan kata kama di Minangkabau)= kemana?

2. Sistem Pengucapan

Bahasa Madura mempunyai sistem pelafalan yang unik. Begitu uniknya sehingga orang luar Madura yang berusaha mempelajarinyapun mengalami kesulitan, khususnya dari segi pelafalan tadi.

Bahasa Madura mempunyai lafal sentak dan ditekan terutama pada konsonan [b], [d], [j], [g], jh, dh dan bh atau pada konsonan rangkap seperti jj, dd dan bb . Namun demikian penekanan ini sering terjadi pada suku kata bagian tengah.

Sedangkan untuk sistem vokal, Bahasa Madura mengenal vokal [a], [i], [u], [e], [É™] dan [o].

3. Tingkatan Bahasa

Bahasa Madura sebagaimana bahasa-bahasa di kawasan Jawa dan Bali juga mengenal Tingkatan-tingkatan, namun agak berbeda karena hanya terbagi atas tiga tingkat yakni:

* Ja' - iya (sama dengan ngoko)
* Engghi-Enthen (sama dengan Madya)
* Engghi-Bunthen (sama dengan Krama)

Contoh :

* Berempa' arghena paona?: Mangganya berapa harganya? (Ja'-iya)
* Saponapa argheneppon paona?: Mangganya berapa harganya? (Engghi-Bunthen)

4. Dialek - dialek Bahasa Madura

Bahasa Madura juga mempunyai dialek-dialek yang tersebar di seluruh wilayah tuturnya. Di Pulau Madura sendiri pada galibnya terdapat beberapa dialek seperti:

* Dialek Bangkalan
* Dialek Sampang
* Dialek Pamekasan
* Dialek Sumenep, dan
* Dialek Kangean

Dialek yang dijadikan acuan standar Bahasa Madura adalah dialek Sumenep, karena Sumenep di masa lalu merupakan pusat kerajaan dan kebudayaan Madura. Sedangkan dialek-dialek lainnya merupakan dialek rural yang lambat laun bercampur seiring dengan mobilisasi yang terjadi di kalangan masyarakat Madura. Untuk di pulau Jawa, dialek-dialek ini seringkali bercampur dengan Bahasa Jawa sehingga kerap mereka lebih suka dipanggil sebagai Pendalungan daripada sebagai Madura. Masyarakat di Pulau Jawa, terkecuali daerah Situbondo, Bondowoso, dan bagian timur Probolinggo umumnya menguasai Bahasa Jawa selain Madura.

Contoh pada kasus kata ganti "kamu":

* kata be'en umum digunakan di Madura. Namun kata be'na dipakai di Sumenep.
* sedangkan kata kakeh untuk kamu lazim dipakai di Bangkalan bagian timur dan Sampang.
* Heddeh dan Seddeh dipakai di daerah pedesaan Bangkalan.

Khusus Dialek Kangean, dialek ini merupakan sempalan dari Bahasa Madura yang karena berbedanya hingga kerap dianggap bukan bagian Bahasa Madura, khususnya oleh masyarakat Madura daratan.

Contoh:

* akoh: saya (sengko' dalam bahasa Madura daratan)
* kaoh: kamu (be'en atau be'na dalam bahasa Madura daratan)
* berrA' : barat (berre' dengan e schwa dalam bahasa Madura daratan)
* morrAh: murah (modhe dalam bahasa Madura daratan)

5. Hubungan Bahasa Madura dengan Bahasa Bawean

Bahasa Bawean ditengarai sebagai kreolisasi bahasa Madura, karena kata-kata dasarnya yang berasal dari bahasa ini, namun bercampur aduk dengan kata-kata Melayu dan Inggris serta bahasa Jawa karena banyaknya orang Bawean yang bekerja atau bermigrasi ke Malaysia dan Singapura, Bahasa Bawean memiliki ragam dialek bahasa biasanya setiap kawasan atau kampung mempunyai dialek bahasa sendiri seperti Bahasa Bawean Dialek Daun, Dialek Kumalasa, Dialek Pudakit dan juga Dialek Diponggo. Bahasa ini dituturkan di Pulau Bawean, Gresik, Malaysia, dan Singapura. Di dua tempat terakhir ini bahasa Bawean dikenal sebagai Boyanese. Intonasi orang Bawean mudah dikenali di kalangan penutur bahasa Madura. Perbedaan kedua bahasa dapat diibaratkan dengan perbedaan antara bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia, yang serupa tapi tak sama meskipun masing-masing dapat memahami maksudnya. Contoh-contoh:

* eson atau ehon = aku (sengkok/engkok dalam bahasa Madura)
* kalaaken = ambilkan (kalaagghi dalam bahasa Madura)
* trimakasih = terimakasih (salengkong / sakalangkong / kalangkong dalam Bahasa Madura)
* adek = depan (adek artinya dalam bahasa Madura

6. Perbandingan Bahasa Madura dengan Bahasa Lain

a. Perbandingan Bahasa Madura /Bawean dengan Bahasa Melayu

Bahasa Bawean juga banyak yang sememangnya sama dengan Bahasa Melayu, contohnya:

* Dapur (baca: Depor) = Dapur
* Kanan = Kanan
* Banyak (baca: benyyak) = Banyak
* Masuk = Masuk
* Suruh = Suruh

Perbedaan imbuhan di depan, contohnya:

* Ngakan = Makan
* Nginum = Minum
* Arangkak = Merangkak

Konsonan [j] biasanya ditukar ke [d͡Ê’], seperti:

* Bajar (baca: Bejer) = Bayar
* Lajan (baca: Lajen) = Layan
* Sembhajang (baca: sembejeng) = Sembahyang

Konsonan [w] di pertengahan pula ditukar ke konsonan [b], seperti:

* Bhabang (baca: Bebeng)= Bawang
* Jhaba (baca: Jebe) = Jawa

b. Perbandingan Bahasa Madura / Bawean dengan Bahasa Jawa

Perkataan yang sama dengan bahasa Jawa:

Bahasa Jawa = Bahasa Bawean

* Kadung = Kadung (Bahasa Melayu = Terlanjur)
* Peteng = Peteng (Bahasa Melayu = Gelap)

Konsonan [w] di pertengahan pula ditukar ke konsonan [b], seperti:

Bahasa Jawa ~ Bahasa Bawean

* Lawang = Labang(baca Labeng) (Bahasa Melayu = Pintu)

Konsonan [j] di pertengahan pula ditukar ke konsonan [d͡Ê’], seperti:

* Payu = paju (Bahasa Melayu = Laku)

c. Perbandingan Bahasa Madura/ Bawean dengan Bahasa Banjar

Perkataan yang sama dengan bahasa Banjar:

Bahasa Banjar = Bahasa Bawean

* Mukena = Mukena (Bahasa Melayu = Telekung Sembahyang)
* Bibini = Bibini (Bahasa Melayu = Perempuan)

d. Perbandingan Bahasa Madura/ Bawean dengan Bahasa Tagalog

Bahasa Bawean = Bahasa Tagalog

* Apoy = Apoy (Bahasa Melayu = Api)
* Elong = Elong; penggunaan [e] (Bahasa Melayu = Hidung)
* Matay = Mamatay (Bahasa Melayu = Mati)

Contoh:

* Eson terro ka be'na = saya sayang kamu (di Bawean ada juga yang menyebutnya Ehon, Eson tidak dikenal di bahasa Madura)
* Bhuk, badha berrus? = Buk, ada sikat? (berrus dari kata brush)
* Ekalakaken = ambilkan (di Madura ekala'aghi, ada pengaruh Jawa kuno di akhiran -aken).
* Silling = langit-langit (dari kata ceiling)

SUMBER BEASISWA UNTUK SEKOLAH DI LUAR NEGERI

Sumber beasiswa untuk sekolah di luar negeri

Mohon bantuannya untuk mem forward ke teman/milis Indonesia lainnya.

Sumber beasiswa itu untuk sekolah di luar negeri itu cukup banyak tapi
setidaknya bisa dikelompokkan ke 3 group.

Group 1: Beasiswa dari lembaga pemberi beasiswa baik untuk berasal dari
pemerintah atau non pemerintah misalnya Council for International Exchange
of Scholars (CIES), Sampoerna, dll. Lamaran ditujukan ke lembaga pemberi
beasiswa itu atau melalui organisasi yang ditunjuk oleh lembaga itu.

Group 2: Beasiswa dari tempat kita bekerja, misalnya PLN, Bank Indonesia,
dll. Sebelum krismon lebih banyak lagi lembaga pemerintah yang memberikan
beasiswa dengan ikatan dinas (tugas belajar). Banyak juga beasiswa itu yang
asalnya berasal dari dana atau hutang luar negeri.

Group 3: Beasiswa langsung dari sekolah di luar negeri.

Orang Indonesia umumnya mencari beasiswa melalui group 1 dan 2. Masih
sedikit yang mencari beasiswa langsung dari sekolah yang dituju (group 3).

Padahal, banyak sekolah di luar negeri khususnya di Amerika yang memberikan
beasiswa dalam bentuk
teaching assistantship (TA) ataupun research assistanship (RA) asalkan
Anda memiliki nilai TOEFL (Test of English as a
Foreign Language), GMAT (Graduate Management Admissions Test), atau GRE
(Graduate Record Examination) yang tinggi. Sayangnya, nilai TOEFL, GMAT, dan
GRE orang Indonesia biasanya lebih rendah dari pada nilai orang India dan
China sehingga sedikit orang Indonesia yang mendapat beasiswa langsung dari
sekolah di luar negeri.

Hal ini terjadi karena rendahnya kemampuan orang Indonesia berbahasa
Inggris. Karena itu untuk membantu teman-teman belajar bahasa Inggris secara
cepat dan mendapat beasiswa, saya susun cara belajar TOEFL, GMAT dan hal-hal
lain tentang belajar ke luar negeri susunan saya sepanjang 37
halaman yang bisa didapat gratis dengan mengirim email ke

Free-English-Course-subscribe@yahoogroups.com

http://groups.yahoo.com/group/free-english-course/

Mari kita majukan SDM Indonesia!

Jabat erat,

Ahmad Syamil
Arkansas State University
http://www.clt.astate.edu/asyamil/

Social networking for professionals:

http://www.linkedin.com/in/asyamil

Kamis, 26 Mei 2011

KISAH MADURA DI MASA LAMPAU

Oleh

Mohamad Juri, S.Pd.,MMPd

( Guru di Kecamatan Omben Kabupaten Sampang Jawa Timur )


Pengetahuan dan pemahaman terhadap suatu daerah termasuk asal usulnya sangatlah diperlukan. Demikian halnya dengan penulis ingin rasanya berbagi pengetahuan terutama terhadap generasi muda di Madura pada khususnya, dan semua pembaca pada umumnya sehingga para generasi muda paham dengan akar budayanya sendiri. Terutama sejarah tanah madura. Penulis menyadari sejarah suatu daerah kadang kala terdapat perbedaan –perbedaan antara suatu sumber dengan sumber lainnya. Namun perbedaan tersebut janganlah justru dijadikan bahan pertentangan, malah sebaiknya dijadikan wahana yang dapat memperkaya wawasan.
Dari sumber-sumber babad tanah Madura dikisahkan bahwa Pulau Madura pada zaman dahulu oleh para pengarung lautan hanya terlihat sebagai puncak-puncak tanah yang tinggi ( sekarang menjadi bukit-bukit ), dan beberapa dataran yang ketika air laut surut dataran tersebut terlihat, sedangkan apabila laut pasang dataran tersebut tidak tampak ( di bawah permukaan air ). Puncak-puncak yang terlihat tersebut diantaranya sekarang disebut Gunung Geger di Kabupaten Bangkalan dan Gunung Pajudan di kabupaten Sumenep.
Sejarah tanah Madura tidak terlepas dengan sejarah atau kejadian yang terjadi di tanah Jawa. Diceritakan bahwa pada suatu masa di pulau Jawa berdiri suatu kerajaan bernama Medangkamulan, di dalam kotanya ada sebuak keraton yang bernama keraton Giling wesi, rajanya bernama Sangyangtunggal ( menurut pendapat sebagian besar orang Madura tempat tersebut berada di sekitar Gunung Semeru atau sekitar gunung Bromo). Kala itu sekitar tahun 929 Masehi. Pendapat lain menyatakan bahwa kerajaan tersebut adalah kerajaan “Medang “ bukan “ Medangkamulan” mana yang benar tentu, memerlukan pembuktian secara ilmiah. Peristiwa ini terjadi tatkala baru terjadi letusan gunung berapi di tempat tersebut jadi sekitar tahun 929 M. Dikisahkan bahwa sang raja memiliki seorang anak gadis. Suatu ketika gadis tersebut bermimpi kemasukan rembulan ke dalam tubuhnya. Beberapa saat kemudian ternyata gadis tersebut hamil. Sang raja ( ayahandanya) selalu menanyakan siapa yang menghamilinya, namun gadis tersebut tidak menjawab. Akhirnya raja menjadi marah dan memanggil patihnya yang bernama Pranggulang. Raja memerintahkan supaya anak gadisnya dibunuh dan kepalanya disuruh dibawa kembali kepada raja. Apabila patih tidah dapat menunjukkan kepala tersebut ia tidak boleh kembali ke kerajaan dan jabatannya sebagai patih diberhentikan. Patih menyanggupi perintah raja dan membawa gadis tersebut ke sebuah hutan. Sesampainya di hutan patih Pranggulang menghunus pedang dan bermaksud memenggal kepala si gadis, namun suatu keanehan terjadi, yaitu ketika sang pedang mendekati leher si gadis pedang tersebut terjatuh dari tangan sang patih. Sang pating mengulanginya lagi untuk memenggal leher si gadis namun lagi-lagi terjadi seperti hal sebelunya, yaitu pedang terlepas dari tangan sang patih dan jatuh ke tanah. Sang patih masih berusaha mengulanginya sampai tiga kali, namun pada kali yang ketiga karena masih terjadi terjadi hal yang sama dengan dengan kejadian sebelunnya Sang Patih akhirnya duduk termenung dan berfikiran bahwa kehamilan sang gadis tentulah bukan karena kesalahan si gadis, tetapi disebabkan oleh hal yang luar biasa. Akhirnya sang patih mengalah untuk tidak kembali ke kerajaan, dan mulai saat itu sang patih berganti nama menjadi ” kyai Poleng ”, ( poleng artinya kain tenonan Madura ). Iapun merubah pakaiannya yaitu memakai kain, baju, dan ikat kepala dari kain poleng. Selanjutnya ia memotong kayu-kayu di hutan dan dibawa ke pantai dirakit menjadi ghitek ( jawa=getek).
Sang gadis oleh kyai Poleng didudukkan di atas ghitek di tepi pantai dan Kyai Poleng menendang ghitek tersebut menuju madu oro’ ( pojok di ara-ara artinya pojok menuju ke arah yang luas). Hal inilah yang menurut sebagian pendapat menjadi asul-usul nama ” Madura ”. Pendapat lain mengatakan bahwa nama Madura berasal dari kata ” Lemah Dhuro” artinya tanah yang tidak sesungguhnya, yaitu apabila air laut surut tanahnya terlihat, tetapi bila air pasang tanahnya tidak terlihat. Alkisah bahwa ghitek tersebut terdampar di suatu tempat yang saat ini tempat tersebut disebut Gunung Geger ( Disinilah asalnya tanah Madura ). Sebelum sang gadis diberangkatkan kyai Poleng berpesan jika membutuhkan pertolongan atau apa saja, maka sang Gadis di suruh menghentakkan kakinya ke tanah tiga kali, maka saat itu pula kyai poleng akan datang menolongnya. Sesampainya di Gunung Geger gadis tersebut duduk di bawah pohon pelasa ( ploso=jawa , suatu pohon berdaun halus yang saat ini mulai sukar ditemukan kebanyakan orang Madura menjadikan daunnya untuk pembungkus petis).
Suatu ketika sang gadis merasakan sakit yang luar biasa pada perutnya, diapun menjejakkan kakinya tiga kali ke tanah dan kyai polengpun datang. Ternyata sang gadis mau melahirkan. Akhirnya saat itu pula lahirlah seorang bayi laki-laki yang roman mukanya amat rupawan. Bayi tersebut diberi nama ”Raden Sagoro ” ( sagoro=laut ). Keluarga inilah yang menurut beberapa pendapat menjadi cikal-bakal penduduk Madura. Setelah sang bayi lahir Kyai Poleng akhirnya menghilang namun pada saat-saat tertentu masih mendatangi keluarga tersebut.
Diceritakan bahwa perahu-perahu para pedagang yang berlayar dari beberapa pulau di Indonesia, ketika berlayar malam hari sekitar tempat tinggal Raden Segoro, mereka sering melihat cahaya yang terang benderang seperti cahaya rembulan. Sehingga merekapun berkata apabila maksud pelayaran mereka terkabul, maka akan berhenti (berlabuh) di tempat itu ( Geger ) dan akan mengadakan selamatan dan memberi hadiah kepada yang bercahaya tersebut. Sehingga pada akhirnya tempat tersebut sering kedatangan para tamu ( pelayar ) yang terkabul maksudnya. Dan Raden Segoro beserta ibunyalah yang menerima hadiah-hadiah tersebut, karena disitu hanya tinggal seorang ibu dengan anaknya.
Ketika Raden Segoro berumur sekitar dua tahun, dia sering bermain ke pantai, hingga suatu ketika dari arah laut datanglah dua ekor ular naga yang amat besar mendekatinya. Dengan penuh ketakutan dia berlari kepada ibunya, sambil menangis dan menceritakan kejadian tersebut. Sang ibupun memanggil Kyai Poleng. Kejadian tersebut diceritakan kepada Kyai Poleng. Setelah mendengar cerita tersebut Kyai Poleng mengajak Raden Segoro bermain-main menuju pantai. Tak lama kemudian datanglah dari arah laut dua ekor ular raksasa. Kyai poleng menyuruh Raden Segoro menangkap dua ekor ulartersebut dan membantingnya ke tanah. Akan tetapi Raden Segoro tidak mematuhinya karena takut. Namun setelah dipaksa Raden Segoro menangkap dua ular raksasa itu dan membantingnya ke tanah. Seketika itu pula ular tersebut berubah menjadi dua bilah tombak. Raden Segoro memberikan tombak tersebut kepada Kyai Poleng, dan oleh kyai poleng dibawa ke Ibu Raden Segoro. Tombak tersebut diberi nama Kyai(si) Nenggolo, dan kyai (si) Aluquro. Kyai Poleng memberi tahu bahwa Kyai Aluquro untuk di simpan di dalam rumah dan Kyai Nenggolo untuk dibawa ketika bereperang. Kyai Poleng menceritakan asal –usul dua senjata pusaka tersebut kepada Raden Segoro dan ibunya. Pada zaman dahulu tanah Jawa ini kosong( tidak berpenduduk). Setelah Raja Room mengetahui hal tersebut dia mengutus panglimanya untuk menyelidiki tanah ini. Apabila tanahnya makmur diperintahkan supaya beberapa keluarga Negeri Room ditempatkan di sana. Setelah diperiksa ternyata tanah Jawa ini amat makmur. Keadaan ini akhirnya beberapa keluarga dari Negeri Room ditempatkan di sana. Namun beberapa saat setelah tinggal di tanah Jawa keluarga tersebut seluruhnya sakit dan mati. Disamping itu diceritakan pula bahwa Pulau Jawa saat itu menjadi sarang beberapa hantu yang suka makan manusia. Oleh karenanya Raja Room memerintahkan supaya empat penjuru dari tanah Jawa Supaya dipasang senjata pada tiap-tiap pojok, yaitu: Di bagian selatan ditanam Pedang Suduk, Sebelah barat bagian utara ditanam Tombak Kyai Nenggolo, Sebelah timur bagian utara ditanam pedang Suduk, dan sebelah timur bagian selatan ditanam Tombak Kyai Aluquro. Setelah itu baru keluarga dari Negeri Room dipindah ke tanah Jawa hidup dan bercocok tanam di sana.
Diceritakan pula bahwa ketika Raden Segoro berumur 7 tahun, tempat kediamannya pindah dari Gunong Geger ke Desa Nepa. Nama Nepa berasal dari nama pohon yaitu pohon Nepa, disebut pula pohon bunyok, mirip pohonkelapa tetapi tidak sebesar pohon kelapa, daunnya dapat dijadikan atap rumah, dan daun yang masih muda dapat dijadikan pembungkus rokok. Wilayah Desa Nepa saat ini termasuk wilayah kecamatan Ketapang Kabupaten Sampang, dan termasuk salah satu tempat Rekreasi karena di sana banyak kera.
Pada saat Kerajaan Medangkamulan diperintah Sangyangtunggal, berkali –kali diserang musuh yang berasal dari negeri Cina. Akibat peperangan ini rakyat Medangkamulan hampir habis dibunuh musuh. Dalam keadaan susah dan bingung Raja Sangyangtunggal memohon kepada Yang Maha Kuasa supaya diberi pertolongan. Akhirnya pada suatu malam rajapun bermimpi bertemu dengan seorang tua yang berkata bahwa di sebuah pulau yang bernama Madu Oro ( Lemah Duro = Madura ) terdapat anak muda bernama Raden Segoro, raja disuruh minta pertolongan kepada Raden Segoro bila ingin menang perang. Keesokan harinya raja memerintahkan patihnya untuk membawa beberapa perahu dan prajurit untuk meminta pertolongan Raden Segoro. Sesampainya di tanah Madura pada awalnya prajurit Medangkemulan ini ingin membawa paksa Raden Segoro ke perahu, namun disitu terjadi keanehan yaitu para prajurit itu seluruhnya lumpuh tidak punya daya dan terjadi tiupang angin yang sangat kencang yang ingin menenggelamkan perahu-perahu itu. Kejadian tersebut akhirnya patih Kerajaan Medangkamulan minta ampun kepada Raden Segoro dan ibunya. Ibu Raden Segoro selanjutnya memanggil Kyai Poleng. Kyai Poleng datang dan matur kepada ibu Raden Segoro supaya Raden Segoro bisa di bawa ke Kerajaan Medangkamulan untuk membantu peperangan melawan tentara Cina. Raden Segoropun berangkat bersama rombongan itu dengan membawa pusaka tombak Kyai Nenggolo. Kyai polengpun ikut serta, tetapi tidak menampakkan diri kepada orang lain, selain Raden Segoro.
Sesampainya di Kerajaan Medangkemulan peperangan dengan tentara Cinapun tidak dapat dielakkan Raden Segoro bertempur luar biasa dengan didampingi Kyai Poleng. Dengan menunjuk saja tombak Kyai Nenggolo ke arah musuh, musuhpun menjadi sakit secara mendadak, dan akhirnya berusaha meninggalkan kerajaan Medangkemulan dan sebagian besar mati. Dengan kemenangan tersebut raja membuat pesta besar-besaran dan memberi penghormatan kepada Raden Segoro. Raden Segoro juga diberi gelar ” Tumenggung Gemet ” oleh raja Medangkamulan.
Raja Medangkamulan berkeinginan untuk menjadikan Raden Segoro sebagai menantu, dan mengantarkannya diiringi sang patih dan prajurit pilihan. Desertai pula surat ucapan terima kasih kepada ibu Raden Segoro. Raja bertanya kepada Raden Segoro tentang siapa nama ayah Raden Segoro, maka Raden Segoro pun menjawab bahwa masih akan menanyakan hal tersebut kepada ibunya. Sesampainya di Nepa ketika para prajurit yang mengantarkan telah pulang, Raden Segoro bertanya kepada ibunya, tentang siapa nama ayahnya. Sang ibu sangat kebingungan harus menjawab apa, namun sang ibu menjawab bahwa ayahnya seorang siluman. Maka seketika itu pula ibu, Raden Segoro, dan rumahnya (Keraton Nepa) lenyap.
Demikian Riwayat asal mula penduduk tanah Madura. Hikmah dari cerita ini oleh para tetua di Madura dikesankan bahwa Raden Segoro membalas hutang eyangnya yang menghinakan ibunya dan membuang ibunya dengan pembalasan yang baik, yaitu membantu memenangkan peperangan. Selanjutnya diceritakan bahwa raden Segoro sebagai orang siluman dikemudian hari beristri Nyi Roro Kidul.
Dikisahkan pula beberapa tahun kemudian senjata Kyai Nenggolo dan Kyai Aluquro oleh Raden Segoro diberikan kepada Pengeran Demang Palakaran ( Kyai Demong ) Bupati Arosbaya ( Bangkalan ). Hingga saat ini kedua tombak pusaka tersebut masih menjadi tombak pusaka Bangkalan. Juga menurut keparcayaan orang tua –tua Kyai poleng menjadi pembantu Pangeran Demang Palakaran dan keturunnya.
Demikian cerita tentang riwayat Madura di masa lampau yang diceritakan dari mulut ke mulut oleh para orang tua-tua di Madura kepada keturunannya hingga kini. Semoga hal ini dapat menambah wawasan anak-anak saya, saudara –saudara saya tentang riwayat tanah leluhornya.

Dicetakan kembali dengan sedikit penyesuain kata-kata.

Oleh : Mohamad Juri, S.Pd.,MMPd
Guru di kecamatan Omben Kabupaten Sampang.

Sumber Pustaka: ” Sejarah Permulaan Jadinya Pulau Madura ”

Minggu, 06 Februari 2011

MEWASPADAI PERMAINAN NEGATIF PILKADA LANGSUNG

Oleh A Kardiyat Wiharyanto

Suara Karya: Kamis, (17-02-'05)

Pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung tinggal beberapa bulan lagi. Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pilkada yang akan menjelaskan mengenai mekanisme penyelenggaraannya pun bahkan telah dikeluarkan. Yang jadi masalah, bagaimana implementasi dalam pelaksanaan Pilkada secara langsung di lapangan nanti? Mengingat berbagai hambatan yang bisa muncul -- terkait dengan kesiapan daerah menyambut era pemilihan kepala daerah secara langsung itu -- mungkinkah Pilkada mendatang benar-benar akan terpasung?
Berita mengenai pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung memang sudah sering kita dengar, namun rakyat pada umumnya belum memahami makna dan hakikat pemilihan kepala daerah secara langsung itu. Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa pemilihan kepala daerah secara langsung itu tidak jauh berbeda dengan pemilihan kepala desa yang selama ini sudah dilakukan secara langsung pula.
Dalam pemilihan kepala desa, keterlibatan partai politik (parpol) tidak begitu tampak. Hal ini sangat berbeda dengan Pilkada. Menjelang Pilkada langsung saat ini, parpol besar sudah mulai mempersiapkan diri. Dalam hal ini, parpol besar atau koalisi beberapa parpol bisa mengajukan calonnya. Atau sebaliknya, calon kepala daerah memanfaatkan partai besar sebagai kendaraan menuju kursi kepala daerah.
Sebelum reformasi, jabatan kepala daerah (gubernur, bupati, wali kota) bukan hak rakyat tetapi hak penguasa. Walaupun ada mekanisme beberapa calon dikirim ke Pusat, namun hanya orang yang dikehendaki Pusat yang berhasil menduduki kursi kepala daerah itu. Orang-orang yang kritis (vokal) terhadap pemerintah Pusat, jarang mampu merebut kursi kepala daerah itu.
Berbicara tentang calon yang dikehendaki oleh pemerintah Pusat, bisa karena kadar kepartaiannya yang tinggi, namun juga bisa jadi karena bisa "mengambil hati" atasan sebagai suatu persembahan. Persembahan semacam itu bahkan sering dilegalkan. Makin tinggi jabatan yang yang akan diraih maka makin besar pula persembahan yang diserahkan.
Setelah Orde Baru runtuh, kaum reformis di negeri ini berkehendak mengubah paradigma kekuasaan itu, namun dalam praktiknya sampai saat ini masih sangat jauh dari harapan. Pada era reformasi, kepala daerah dipilih oleh anggota DPRD sebagai pelaksanaan UU No 22/1999. Dalam proses pemilihan kepala daerah itu, tidak terhindarkan adanya persembahan kepada para anggota legislatif itu. Kondisi tersebut jelas tidak memungkinkan memilih kepala daerah yang bersih, jujur, dan berkualitas. Namun sebaliknya, hanya mereka yang tebal sakunya saja yang mampu berhasil meraih kursi kepada daerah itu.
Tampaknya, 'pemerasan" terhadap calon kepala daerah itu tidak berhenti di situ. Setelah menjadi kepala daerah, maka setiap melakukan laporan pertanggungjawaban, praktik-praktik seperti itu terulang kembali. Karena itu tidak mengherankan agar laporan tersebut bisa diterima dengan mulus oleh legislatif, maka tidak sedikit pula kepala daerah yang memberikan persembahan.
Menyadari berbagai kelemahan sistem Pilkada yang lalu itu, pemerintah mengeluarkan UU No 32/2004. Dengan UU tersebut, pemilihan kepala daerah akan dilaksanakan secara langsung. Dalam kaitan itu, rakyat mempunyai kedaulatan langsung untuk menentukan siapa yang pantas menjadi kepala daerah.
Jika dilihat lebih jauh, proses pelaksanaan kepala daerah langsung berdasarkan UU No 32/2004, tidak akan berpengaruh banyak terhadap penghapusan praktik-praktik penyimpangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) seperti telah terjadi sampai saat ini.
Pada waktu pemilihan kepala daerah, legislatif memang tidak lagi berperan. Tetapi, hal itu tidak ada pengaruhnya, karena pihak-pihak yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran tetap unit-unit instansi pemerintah dengan anggota legislatif (DPRD).
Di samping itu, faktor lain yang menyebabkan Pilkada langsung tidak berpengaruh banyak adalah tidak adanya mekanisme bagi pemilih untuk mencopot kepala daerah yang ingkar janjinya. Tidak jarang kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat itu justru menindas rakyat. Itu berarti bukan kedaulatan rakyat lagi tetapi kedaulatan kepala daerah.
Karena rakyat tidak bisa mengontrol, maka tidak mustahil kepala daerah tetap menggunakan cara-cara lama yang menguntungkan pejabat. Selama ini praktik penyimpangan APBD sudah meluas di mana-mana, terutama dalam penerapan Peraturan Pemerintah No 10/2000 tentang Keuangan Dewan.
Dalam kaitan tersebut, maka terlihat adanya penggelembungan anggaran pesangon, biaya perumahan dan tunjangan hari raya. Sedangkan anggaran berbasis kinerja tidak diterapkan karena prasyarat politik yang diperlukan tidak tercapai. Dengan demikian Pilkada langsung tidak menjamin untuk menghapus penyimpangan-penyimpangan seperti yang terjadi selama ini.
Sesungguhnya ada alokasi dana yang terkait dengan pengawasan atau kontrol politik, baik dari legislatif maupun dari masyarakat ke pemerintah daerah. Anggaran tersebut perlu disosialisasikan agar bisa digunakan untuk melakukan kontrol terhadap ekskutif. Selama ini anggaran semacam itu cenderung malah digunakan untuk kepentingan pejabat.
Sementara itu Pilkada langsung juga bukan jaminan akan berhasil memilih pemimpin yang memiliki visi, misi, kompetensi dan moralitas untuk membangun daerah. Kepala daerah seperti itu cenderung hanya peduli untuk membuat kebijakan-kebijakan yang bersifat populis, tanpa menyentuh esensi persoalan, dan sekadar memikirkan pencitraan diri.
Kondisi semacam itu sudah berlangsung selama ini. Inilah trauma sejarah kekuasaan yang sangat serius mengendap dalam luka batin masyarakat. Untuk menghapuskan, dibutuhkan kesadaran politik masyarakat agar mampu menjatuhkan pilihannya secara tepat. Menjelang pelaksanaan Pilkada langsung di negeri ini, satu persoalan pokok yang tak bisa ditawar oleh para calon kepala daerah mana pun adalah berkaca diri pada keadaan. Untuk membenahi keadaan yang rusak seperti sekarang ini dibutuhkan tokoh yang sungguh-sungguh berjiwa negarawan, sehingga bisa berlaku adil dan bijaksana.
Calon kepala daerah yang memiliki wawasan yang luas itu bisa saja karena dukungan dari organisasi keagamaan, organisasi adat, organisasi bisnis yang kuat, ataupun dari anggota partai politik. Calon tersebut memang memiliki pengalaman berorganisasi dan keuletannya teruji. Namun di sisi lain, tidak sedikit calon tersebut setelah terpilih sebagai kepala daerah tetap berpikir sektarian, meski tidak transparan. Hal ini juga akan menjadi batu sandungan dalam mengendalikan roda pemerintahan.
Tokoh-tokoh yang berhati "serigala", berjiwa sektarian, dukungan dari para preman dan kelompok mafia lainnya, lebih aman kalau tidak ikut mencalonkan diri. Walaupun tokoh-tokoh seperti itu memang ada yang bisa terpilih untuk menduduki kursi kepala daerah, tetapi rakyatlah yang akan menjadi korban.
Kiranya hanya rakyat yang sudah memiliki kesadaran politik yang tinggi saja yang bisa bisa memahami kelemahan-kelemahan Pilkada langsung, sehingga tidak terjebak lagi pada praktik-praktik lama yang menyakitkan hati rakyat. Di sisi lain, sebagian besar rakyat yang merupakan massa mengambang, belum mampu menggunakan hak pilihnya sesuai dengan suara hati nuraninya. Di sinilah letak keterpasungan dalam Pilkada itu.
Untuk menghindari keterpasungan demokrasi dalam Pilkada mendatang, pemerintah harus rajin mensosialisasikan secara tepat, teknis dan makna Pilkada mendatang. Oleh karena itu PP yang terkait dengan Pilkada tersebut harus segera disosialisasikan pula.
Mudah-mudahan tidak ada lagi permainan dari pihak mana pun dalam proses Pilkada mendatang. Untuk mengantisipasi ketidakjujuran, rakyat harus semakin memiliki kesadaran politik, serta mampu menggunakan hak pilihnya secara tepat. Hanya dengan itu rakyat akan mampu merubah paradigma kekuasaan di negeri ini. ***
(Drs A Kardiyat Wiharyanto, MM dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta).

Jumat, 04 Februari 2011

Senin, 31 Januari 2011

PEMERINTAH PATOK 20 PERSEN DANA BOS UNTUK GURU

Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia, Sulistio menyatakan ada kegelisahan mendalam diantara para guru honorer saat ini. Pasalnya Pemerintah mematok dana kegiatan untuk guru dan administrasi maksimal 20 persen.

’’Ada ketentuan BOS yang menyatakan dana kegiatan guru dan tenaga administrasi maksimal 20 persen, tapi saat ini banyak sekolah yang masih menggunakan guru-guru honorer,’’ paparnya ketika dihubungi Republika, Senin (31/1).

Menurut anggota Dewan Perwakilan Daerah dapil Jawa Tengah ini, dampak yang bisa terjadi atas keputusan ini, sekolah khususnya swastajadi berpikir untuk mengurangi jumlah guru honorer. Sehingga banyak guru honorer terancam menjadi pengangguran. ’’Banyak sekali guru honorer, jadi harusnya peraturan jangan sekaku itu,’’ paparnya.

Lagipula, menurutnya, banyak sekolah yang masih membutuhkan guru honorer. Guru-guru honorer inipun sebenarnya bekerja hampir sama beratnya dengan guru negeri (PNS). ’’ banya Perlindungan profesi salah satunya upah yang wajar terutama guru honor dan swasta kerja penuh tapi ga serius diatur,’’ ucapnya.

Ditempat lain, Wakil Menteri Pendidikan Fasli Jalal menyatakan, memang ada pembatasan maksimal 20 persen untuk kegiatan guru dan tenaga admnistrasi. Pembatasan ini dilakukan agar penggunaan dana BOS tidak terkendala berbagai hal, contohnya kekurangan dana. ’’Jadi sebenarnya begini untuk kegiatan operasional sekolah ada anggaran untuk gaji dan non gaji, yang disebut BOS itu ialah non-gaji,’’ paparnya.

Ia mengakui kenyataan di lapangan, kadang dana BOS itu digunakan untuk membiayai guru honorer, begitu juga disekolah swasta. Akan tetapi kadang hal itu malah kebablasan. ’’Kalau sekolah swasta memang tidak ada pembatasan karena biasanya dana BOS dipakai untuk gaji guru,’’ urainya.

Ia pun menilai, guru-guru honorer tak perlu khawatir, karena saat ini aturan untuk pegawai non PNS yang dibayar honorarium masih terus dibicarakan. ’’Jadi ada cara untuk membayar gaji guru honorer tanpoa menggunakan dana BOS,’’ ucapnya.

Sebagai informasi pengaturan ini ada di petunjuk teknis penggunaan dana BOS tahun 2011. Pada halaman 19 berbunyi, maksimum penggunaan dana untuk belanja pegawai bagi sekolah negeri sebesar 20 persen. Penggunaan dana untuk honorarium guru honorer di sekola agar mempertimbamngkan rasio jumlah siswa dan guru sesuai dengan ketentuan pemerintah yang ada dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no.15 tahun 2010 tentang SPM Pendidikan Dasar di kabupaten/kota.

SOSIALISASI JADWAL UJIAN NASIONAL TAHUN 2011

Pemerintah mengimbau agar dinas pendidikan di sejumlah daerah segera mengumumkan dan melakukan sosialisasi jadwal pelaksanaan ujian nasional ke sekolah-sekolah di seluruh Indonesia.
UN untuk jenjang sekolah menengah atas akan dilaksanakan pada 18-21 April 2011. Sementara UN untuk jenjang sekolah menengah pertama tanggal 25-28 April 2011 dan UN jenjang sekolah dasar tanggal 10-12 Mei 2011.
Hal itu dikemukakan Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR, Senin (17/1) di Jakarta. ”Kami telah menyosialisasikan ketentuan tentang UN ini kepada seluruh dinas-dinas pendidikan sejak 28 Desember lalu. Harapannya, mereka sudah menyampaikan juga ke sekolah-sekolah. Kepala sekolah pasti sudah tahu karena sosialisasi juga melalui media massa. UN kan bukan perkara baru. Sudah langganan setiap tahun,” ujarnya.
Namun, anggota Komisi X DPR, Vena Melinda, menuturkan, banyak guru dan sekolah yang mengaku belum mengetahui jadwal UN dan masih menunggu kepastian dari pemerintah. ”Harus dipastikan apakah semua sekolah sudah terima pengumuman ini agar mereka bisa segera mempersiapkan diri,” ujarnya.
Berbeda dengan tahun lalu, kelulusan siswa tahun ini ditentukan oleh nilai gabungan antara nilai sekolah (dari hasil ujian sekolah dan nilai rata-rata rapor) dan hasil UN. Siswa akan lulus UN jika nilai rata-rata dari semua nilai akhir paling rendah 5,5 dan nilai setiap mata pelajaran paling rendah 4,0. ”Nilai sekolah harus dikirimkan ke pusat seminggu sebelum pelaksanaan UN,” kata Nuh.
Dalam rapat kerja itu, anggota Komisi X DPR, Raihan Iskandar, mengingatkan agar UN tidak menjadi ukuran atau penentuan kualitas pendidikan apalagi penentuan kualitas hasil belajar siswa. Alasannya, penentuan kualitas pendidikan itu bukan hanya dilihat dari kualitas kemampuan siswa, melainkan juga kualitas guru.
”Hasil UN yang rendah juga menunjukkan kualitas guru yang rendah. Karena itu, harus ada peningkatan kualitas guru terutama guru di daerah,” ujarnya.

Jumat, 21 Januari 2011

Pendekatan Postmodernisme dalam Ilmu-ilmu Sosial dan Kaitannya dengan Positivisme dan Antipositivisme

Oleh: Irman Yusron (Staf Datin, P4TK IPA Bandung)

Untuk menguaraikan penedekatan posmodermisme dalam ilmu sosial dan kaitannya dengan positivisme dan antipositivisme, dalam tulisan ini penulis membagi menjadi empat bagian. Pada bagian pertama, penulis menguraikan tentang asal-usul pemikiran positivisme, termasuk apa dan bagaimana positivisme itu. Pada bagian dua, penulis menguraikan bagaimana pemikiran positivisme itu dikritik oleh beberapa orang pemikir, dimana mereka dapat digolongkan ke dalam paham antipositivisme. Bagian tiga, penulis menguraikan bagaimana paham postmodernisme berkembang sebagai kritik terhadap positivisme. Bagian empat, penulis memberikan kesimpulan terhadap uraian pada bagian satu sampai bagian tiga, sekaligus memberikan pendapat terhadap pertanyaan yang diajukan pada judul tulisan ini.



1. Apa dan Bagaimana Positivisme

Positivisme sebagai suatu pendekatan, cara pandang, perspektif, paradigma, ataupun filsafat ilmu, telah memberikan banyak warna yang khas dalam perkembangan ilmu-ilmu sosial. Padahal, pada awalnya positivisme digunakan untuk menjelaskan gejalan-gejalan alam melalui penelitian empirik. Penganut positivis memiliki pemahaman bahwa gejala alam dapat diukur melalui metode-metode penelitian emprik, sehingga melalui penelitian tersebut didapat hukum-hukum kehidupan (hukum-hukum alam). Hukum-hukum alam tersebut menurut positivisme, hanya merupakan pernyataan keteraturan hubungan yang terdapat di antara gejala-gejala empiris (Hasbiansyah, 2000). Untuk menemukan hukum-hukum alam, maka ilmu pengetahuan disusun secara sistematis untuk mengumpulkan data-data empiris. Alam, sebagai objek kajian pemikir positivisme, tidak hanya terbatas pada lingkungan fisik seperti langit, bintang, bulan, bumi, angin, air, dan sejenisnya. Akan tetapi, manusia dan kehidupannya pun dijadikan objek penelitian, karena manusia dianggap bagian dari alam. Positivisme lebih dikenal sebagai cara pandang ilmu alamiah.

Menurut Hasbiansyah (2000), perintis positivisme adalah August Comte (1798-1857). Comte berpendapat bahwa melalui positivismelah ilmu pengetahuan dikembangkan secara ilmiah. Comte telah membagi sejarah ilmu pengetahuan dalam tiga tahapan perkembangan intelektual manusia. Tahap pertama, menurut Comte adalah tahap teologis (theological), terjadi sebelum tahun 1300 M. Pada tahap ini, manusia menafsirkan gejala-gejala disekitarnya secara teologis dengan kekuatan roh dewa atau tuhan. Semua fenomena yang ada dan yang terjadi dalam kehidupan, selalu dikaitkan dengan kekuatan-kekuatan gaib (supranatural) yang dianggap sebagai hasil tindakan langsung dari roh dewa atau tuhan. Misalnya, gunung meletus dianggap sebagai murka dewa, atau hujan turun dianggap bahwa dewa sedang berbelas kasih. Pengetahuan pada tahap ini dipandang sebagai hal yang absolut.

Tahun 1300 – 1800 M merupakan tahap kedua. Oleh Comte disebut tahap metafisis (metaphysical). Pada tahap ini, manusia menganggap di dalam setiap gejala alam yang terjadi, terdapat kekuatan-kekuatan abstrak yang dapat diungkapkan. Hampir sama dengan tahapan pertama, manusia tidak memiliki kemampuan untuk mencari sebab akibat dari gejala alam yang terjadi tersebut. Perbedaannya adalah terhadap cara pandang pada gejala alam, dimana pada tahap kedua ini suatu fenomena dipandang sebagai manifestasi dari suatu hukum alam yang tidak berubah. Sebagai contoh, bila melihat awan berwarna hitam, maka akan turun hujan. Pengetahuan ini disimpan dalam benak manusia, karena berdasarkan pengalaman yang berulang-ulang, apabila awan berwarna hitam maka pertanda akan turun hujan. Akan tetapi, pada pemikiran manusia tahap ini belum mampu menjelaskan mengapa terjadi demikian.

Tahap ketiga terjadi mulai tahun 1800 M. Tahap ini disebut tahap positif (positivistic). Pada tahap ini, manusia telah mampu bepikir dan mampu mencari hukum-hukum sebab-akibat terhadap alam semesta dan kehidupan manusia. Apa yang diketahui manusia semuanya berasal dari pengalaman inderawi (data empiris). Inilah yang disebut positivisme.

Menurut bahasa (semantis), postivisme berasal dari kata positif (positive). Istilah positif oleh Comte diartikan sebagai “apa yang berdasarkan fakta”. Positivisme selalu menekankan bahwa pengetahuan itu tidak boleh melebihi fakta (Hasbiansyah, 2000).

Selanjutnya Comte memberikan lima arti terhadap kata “positif” atau positivisme, yaitu:

Ø Positif dalam arti “yang nyata”. Semua pengetahuan harus terbukti melalui rasa kepastian pengamatan sistematis yang menjamin intersubjektivitas.

Ø Positif dalam arti “yang pasti”. Kepastian metodis sama pentingnya dengan rasa kepastian. Keshahihan pengetahuan ilmiah dijamin oleh kesatuan metode.

Ø Positif dalam “yang tepat”. Ketepatan pengetahuan kita dijamin oleh bangunan teori-teori yang secara formal kokoh, yang mengikuti deduksi hipotesis-hipotesis yang menyerupai hukum.

Ø Positif dalam arti “yang berguna”. Pengetahuan ilmiah harus digunakan secara teknis. Ilmu pengetahuan memungkinkan kontrol teknis atas proses-proses alam maupun sosial.

Ø Positif dalam arti “yang mengklaim memiliki kebenaran relatif”. Pengetahuan kita pada prinsipnya tak pernah selesai dan relatif, sesuai dengan ‘sifat relatif dari semangat positif’ (Hasbiansyah, 2000) .

Menurut Jalaluddin Rakhmat, seperti yang dikutip Hasbiansyah (2000), positivisme dapat diidentifikasi melalui lima asumsi dasarnya, yaitu:

v Realisme naif atau istilah lainnya adalah objektivisme. Realisme naif mengandung arti berarti bahwa positivisme dibangun di atas pandangan asumsi ontologis, yaitu mengenai realitas tunggal dan objektif. Realitas dapat dipecah menjadi bagian-bagian kecil yang dapat diteliti secara terpisah.

v Dualisme peneliti-objek. Yaitu peneliti dan yang diteliti. Bagi positivisme peneliti dan yang diteliti merupakan dua hal yang terpisah secara tegas. Interaksi keduanya dapat dieliminasi, bahkan dapat dapat disingkarkan melalui metode tertentu. Metode ilmiah, dalam positivisme, dipandang mampu menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan pengarauh peneliti terhadap yang diteliti. Pemisahan antara peneliti dan yang diteliti berlaku dalam ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial.

v Generalisasi, yaitu bahwa positivisme mengasumsikan keterlepasan observasi dari faktor waktu dan konteks. Apa yang benar pada satu waktu dan tempat, juga akan benar pada waktu dan tempat yang lain. Hasil pengamatan sampel dapat dijadikan estimasi untuk keseluruhan populasi.

v Kausalitas linear. Hubungan sebab akibat merupakan prinsip alam yang ingin ditemukan positivisme dalam ilmu. “Bila X berlaku, maka Y akan terjadi”. Pernyataan ini memiliki isi empiris yang dapat dicek secara inderawi, misalnya, “bila air dipanaskan 100 derajat, maka akan mendidih”. Pernyataan ini mengandung prognisis, yaitu dapat diramalkan dan dapat dikendalikan berdasarkan syarat atau kondisi yang sudah ditentukan.

v Bebas nilai. Kebebasan nilai dalam ilmu pengetahuan mengimplikasikan dualisme antara pengetahuan yang rasional dan objektif di satu pihak, dan keputusan-keputusan yang berdasarkan norma dan subjektif di pihak lain. Keduanya merupakan hal yang terpisah. Yang pertama merupakan fakta, sedangkan yang kedua merupakan keputusan bagaimana manusia bertindak atau berprilaku. Positivisme beranggapan bahwa yang kedua bukanlah fakta, karena sifatnya subjektif. Sesuatu yang subjektif, dalam pandangan positivisme akan sulit mengontrol nilai dan tidak bisa diterapkan untuk semua orang. Dengan demikian, kaum positivis berpendapat bahwa ilmu pengetahuan harus bebas nilai. Ilmu adalah demi ilmu.

Demikianlah sekilas pandangan mengenai apa dan bagaimana positivisme itu. Walaupun diuraikan secara singkat, akan tetapi dapat memberikan gambaran bahwa positivisme dibentuk dengan objektif-empiris, yaitu ilmu lahir dari hasil pengukuran yang teramati, dikuantifikasi, kemudian merumuskan generalisasinya.



2. Kritik terhadap Positivisme oleh Antipositivisme

Bertolak dari asumsi-asumsi positivisme, maka kritikan terhadap positivisme ditujukan sebagai kontra argumen bagi kaum positivis. Kelima asumsi positivisme yang diuraikan di atas dikritik dengan memberikan argumentasi yang berlawanan. Kritikan tersebut dapat dijelaskan berikut ini.

¨ Realitas naif (versus) Realitas hasil konstruksi. Studi fenomenologi menyatakan bahwa setiap orang memiliki pengalaman yang unik tentang realitas. Bila dalam positivisme realitas bersifat objektif dan tunggal, maka paham antipositivisme memandang bahwa realitas muncul secara beragam sesuai dengan masing-masing orang memandang sesuatu objek. Menurut antipositivisme, tidak ada realitas tunggal. Ketika diperlihatkan sebuah gambar (karikatur) kepada penduduk suatu desa, maka masing-masing orang cenderung akan merekonstruksi gambar (realita) tersebut secara berbeda. Pertanyaan akan muncul, mana sebenarnya yang disebut realitas objektif, apakah realitas menurut si perancang gambar (menurut kaum positivis), atau realitas menurut orang-orang yang menjadi sasaran. Tidak bisa dipastikan mana yang disebut realitas yang sebenarnya, sebab terjadinya perbedaan realitas hasil konstruksi sangat dipengaruhi oleh latar belakang budaya dan norma-norma individu dalam suatu sistem masyarakat.

¨ Dualisme peneliti-objek (versus) Pengamat partisipan. Pemisahan antara peneliti dengan objek yang diteliti dalam positivisme, dikritik oleh kaum antipositivis. Antipositivisme memandang bahwa peneliti dan objek yang diteliti sulit dipisahkan. Interaksi keduanya akan mempengaruhi hasil pengamatan (penelitian). Prosudur-prosudur metodologis dalam ilmu-ilmu alam, menurut positivisme dapat diterapkan pada ilmu-ilmu sosial. Sebab, menurut positivisme, subjektifitas manusia dipandang tidak akan mengganggu objek pengamatan. Hal ini dibantah oleh antipositivisme. Antipositivisme memandang bahwa subjektifitas manusia akan mempengaruhi hasil pengamatan.

¨ Generalisasi (versus) Tidak ada generalisasi. Menurut kaum antipositivis apa yang menjadi jaminan bahwa dari sejumlah penggalan-penggalan observasi terhadap sampel, dapat ditarik kesimpulan secara umum yang berlaku untuk semua populasi. Generalisasi yang ditarik dari ribuan keterangan berdasarkan observasi, akan menjadi sia-sia bila kemudian ditemukan satu observasi yang bertentangan dengan generalisasi tadi.

¨ Kausalitas linear (versus) Kausalitas banyak/multiple causality. Pada positivisme, hubungan sebab akibat menjadi disederhanakan antara satu fakta dengan fakta lainnya. Menurut positivisme, jika X menyebabkan Y, (misalnya, jika suhu 100 derajat menyebabkan air mendidih), maka kedua variabel tadi dipandang memiliki hubungan pasti, tanpa intervensi variabel lainnya. Akan tetapi kaum antipositivis memandang bahwa jika Y disebabkan oleh X, maka sebenarnya bukan X saja yang menyebabkan Y. Akan tetapi banyak faktor lain yang menyebabkan terjadinya Y. Hubungan sebab akibat yang linear pada postivisme menimbulkan reduksi terhadap realitas yang sebenarnya, karena mengabaikan faktor lain tersebut.

¨ Bebas nilai (versus) Sarat nilai. Antipositivisme memandang bahwa dalam penelitian, keterlibatan kepentingan dan nilai merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan. Berbeda dengan positivisme yang beranggapan bahwa penentuan tujuan penelitian dan kerangka acuan teoretis, persoalan nilai akan ikut campur, akan tetapi untyuk mencapainya harus menggunakan sarana-sarana yang bebas nilai. Akan tetapi pandangan positivisme ini dibantah oleh Habermas (1968), menurut Habermas, bagaimanapun juga sarana dan tujuan tidak lagi dapat dipisahkan. Oleh karena itu, ketika suatu ilmu pengetahuan sudah ditumpangi nilai oleh ilmuwan, maka ilmu tersebut harus tunduk untuk kepentingan manusia, dan nilai yang yang positif bagi perkembangan kehidupan manusia. Apabila ilmu dikembangkan tanpa dasar nilai yang positif, maka ilmu cenderung akan disalahgunakan untuk menghancurkan kehidupan umat manusia sendiri.



3. Postmodernisme dengan Penggunaannya di Berbagai Bidang

Menurut Bambang Sugiharto (2000), postmodernisme adalah istilah yang sangat kontroversial. Di satu pihak istilah ini kerap digunakan untuk mengolok-olok atau reaksioner terhadap perubahan-perubahan sosial yang sedang berlangsung. Di pihak lain, istilah ini telah memikat banyak minat masyarakat untuk mengartikulasikan beberapa krisis dan perubahan sosio-kultural fundamental yang sedang terjadi. Postmodernisme dalam pandangan Sugiharto bagai rimba belantara yang dihuni aneka satwa yang bisa sangat berbeda-beda jenisnya. Dengan demikian postmodernisme memiliki pengertian yang sangat longgar. Postmodernisme digunakan untuk “memayungi” segala aliran pemikiran yang satu sama lainnya seringkali tidak persis saling berkaitan. Walaupun demikian, Sugiharto mengelompokan postmodernisme menjadi dua kubu, yaitu kubu yang dekonstruktif dan kubu yang konstruktif. Kelompok yang dekonstruktif dapat dimasukan pemikiran-pemikiran Derrida, Lyotard, Faoucult, dan Rorty. Pada kelompok konstruktifdapat dimasukan pemikiran-pemikiran Heidegger, Gadamer, Ricoeur, dan Mary Hesse.

Donny Gahral Adian, seperti yang dikutip dalam www.filsafatkita.f2g.net, membedakan postmodernisme dari postmodernitas. Postmodernitas, tulisnya, merupakan istilah yang biasanya digunakan untuk menggambarkan realitas sosial masyarakat postindustri. Masyarakat postindustri adalah masyarakat yang ekonominya telah bergeser dari ekonomi manufaktur ke ekonomi jasa di mana ilmu pengetahuan memainkan peranan sentral. Postmodernitas ini ditandai dengan fenomena-fenomena : negara bangsa pecah menjadi unit-unit yang lebih kecil atau melebur ke unit yang lebih besar, partai-partai politik besar menurun dan digantikan oleh gerakan-gerakan sosial (LSM-LSM), kelas sosial terfragmentasi dan menyebar ke kelompok-kelompok kepentingan yang memfokuskan diri pada gender-etnisitas-atau orientasi seksual, serta prinsip kesenangan dan dorongan mengkonsumsi yang menggantikan etika kerja yang menekankan disiplin, kerja keras, anti kemalasan, dan panggilan spiritual (kerja = ibadah). Sementara itu postmodernisme dimengertinya sebagai wacana pemikiran baru yang menggantikan modernisme. Postmodernisme meluluhlantakkan konsep-konsep modernisme seperti adanya subyek yang sadar diri dan otonom, adanya representasi istimewa tentang dunia, dan sejarah linier.

Senada dengan Gahral Adian, Anthony Giddens ternyata juga membedakan postmodernisme (postmodernism) dari postmodernitas (postmodernity). Postmodernisme, jika sungguh-sungguh ada, menurut Giddens sebaiknya diartikan sebagai gaya atau gerakan di dalam sastra, seni lukis, seni plastik, dan arsitektur. Gerakan ini memperhatikan aspek-aspek aesthetic reflection dari modernitas. Sementara itu postmodernitas dimengertinya sebagai tatanan sosial baru yang berbeda dengan institusi-institusi modernitas. Namun, alih-alih menggunakan istilah postmodernitas, Giddens lebih suka menggunakan istilah “modernitas yang teradikalisasi” (radicalized modernity) untuk menggambarkan dunia kita yang mengalami perubahan hebat dan sedang melaju kencang bak Juggernaut yang tak bisa lagi dikendalikan, suatu dunia yang mrucut (runaway world). Alih-alih setuju dengan postmodernitas yang mewartakan berakhirnya epistemologi, Giddens lebih percaya bahwa apa yang terjadi sekarang ini adalah “modernitas yang sadar diri” .

Istilah postmodern menurut Sugiharto (2000) pertama kali muncul di bidang seni. Istilah ini dipakai pertama kali tahun 1930-an dalam karya Federico de Onis yang berjudul Antologia de la Poesia Esapanolaa Hispanoamericana, untuk menunjukan reaksi yang muncul dalam modernisme. Dalam bidang seni ini, beberapa kecenderungan khas biasanya diasosiasikan dengan postmodernisme. Postodernisme dalam pandangan ini berarti hilangnya batas antara seni dan kehidupan sehari-hari, tumbangnya batas antara budaya tinggi dan budaya pop, pencampuradukan gaya yang bersifat elektik, parodi, pastiche, ironi, kebermainan, dan merayakan budaya “permukaan” tanpa peduli pada “kedalaman” hilangnya orisinalitas.

Istilah modernisme dan postmodernisme juga digunakan dalam bidang sosial-ekonomi oleh Daniel Bell. Bell mengartikan postmodernisme sebagai kian berkembangnya kecenderungan-kecenderungan yang saling bertolak belakang, yang bersama dengan makin terbebasnya daya-daya insting dan kian meningkatnya kesenangan dan keinginan yang akhirnya membawa logika modernisme ke kutub terjauhnya.

Di wilayah kebudayaan, istilah postmodernisme dipakai oleh Frederick Jameson. Postmodernisme, menurut Jameson adalah logika kultural yang membawa transformasi dalam suasana kebudayaan umum. Postmodernisme muncul berdasarkan dominasi teknologi reproduksi dalam jaringan global kapitalisme masa kini.

Menurut Jean Baudrillard, jika modernitas ditandai oleh eksposi komodifikasi, mekanisasi, teknologi, dan pasar, maka masyarakat postmodern ditandai oleh implosi (ledakan ke dalam) alias peleburan segala batas.

Dalam bidang filsafat, istilah postmodernisme diperkenalkan oleh Jean Francois Lyotard. Pemikiran Lyotard berkisar pada posisi pengetahuan di abad ilmiah ini, yaitu bagaimana cara ilmu dilegitimasikan melalui yang disebut “metanarasi”, seperti kebebasan, kemajuan, emansipasi kaum proletar, dan sebagainya. Bagi Lyotard, postmodernisme itu sepertinya adalah intensifikasi dinamisme, yaitu upaya tak henti-hentinya untuk mencari kebaruan, eksperimentasi dan revolusi kehidupan terus menerus (Sugiharto, 2000).

Itulah beberapa pengertian dan pemahaman mengenai postmodernisme, dimana beberapa gagasan-gagasan dalam postmodernisme merupakan bentuk penolakan terhadap “kemapanan”, pencarian yang baru, dan penolakan terhadap pemisahan peran, tujuan atau hasil yang akan dicapai terhadap suatu kegiatan manusia.

Berdasarkan pemikiran-pemikiran di atas, maka munculnya postmodernisme tidak terlepas dari pemikiran-pemikiran sebelumnya yang beraliran postivisme dan antipositivisme. Postmodernisme sebagai pemikiran yang dekonstruktif terhadap pemikiran positivistime, banyak diilhami oleh pemikiran-pemikiran antipositivisme yang mengkritik positivisme.



4. Kesimpulan

Untuk mencari benang merah antara hubungan positivisme, antipositivisme, dan postmodernisme yang telah diuraikan di atas, penulis berpendapat bahwa postmodernisme muncul ketika pemikiran positivisme telah melahirkan situasi masyarakat yang disebut modern. Gambaran masyarakat pada jaman modern berikut tatatan sosialnya, ternyata melahirkan berbagai konsekuensi buruk bagi kehidupan manusia dan alam. Konsekuensi buruk ini, menurut pandangan postmodernisme adalah sebagai akibat pemikiran positivisme yang memisahkan peran manusia sebagai pembuat nilai-nilai kehidupan dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, postmodernisme muncul sebagai gerakan pemikiran untuk mendobrak paham-paham positivisme. Beberapa kekeliruan-kekeliruan yang dilakukan oleh positivisme dengan modernisme-nya, dikritik oleh kaum postmodernis (antipositivitisme).

Konsekuensi buruk sebagai hasil pemikiran positivisme antara lain: pertama, pandangan dualisme yang membagi seluruh kenyataan menjadi subjek dan objek, spiritual dan natural, manusia dan dunia, telah mengakibatkan objektivitas alam secara berlebihan dan pengurasan secara berlebihan. Akibat dari hal ini terjadi krisis lingkungan; Kedua, pandangan modern yang bersifat objektivitas dan positivistis, akhirnya cenderung menjadikan manusia seolah objek juga, dan masyarakat pun direkayasa bagai mesin. Akibatnya, manusia tidak memiliki nilai kemanusiaan lagi; Ketiga, dalam postmodernisme ilmu-ilmu positif-empiris menjadi standar kebenaran tertinggi . Akibatnya terjadi disorientasi nilai-nilai moral dan religius, sehingga menimbulkan kekerasan, keterasingan, depresi mentasl, dan prustasi.

Postmodernisme muncul untuk memperbaiki itu semua. Postmodernisme ingin mengembalikan hakekat manusia sebagai manusia, dan ingin mengembalikan kembali harmonisasi antara manusia dan alam. Upaya terhadap itu semua, maka ilmu-ilmu yang dihasilkan harus sarat nilai, tidak terjadi dualisme objek-subjek, melainkan berbagi peran, sehingga ilmu yang dihasilkan berorientasi pada kepentingan kehidupan umat manusia.###

Daftar Bacaan

Anderson, Perry, 2004. Asal-usul Postmodernitas. Terjemahan: Robby H. Abror. Insight Reference, Jogjakarta.

Hasbiansyah, O., 2000. “Menimbang Positivisme”. dalam Jurnal Mediator. Vol. I No. 1. Unisba, Bandung.

Lyotard, Jean Francois, 2004. Posmodernisme:Krisis dan Masa Depan Pengetahuan. Terjemahan: Kamaludin. Penerbit TERAJU, Jakarta.

Klages, Mary, Dr., 2003. “Postmodernism”. Di situs www.colorado.edu/enslish/engl201klages/pomo.html. Diambil tanggal 24 Oktober 2005.

Safrudin, Irfan, 2004. “Etika Emansipatoris Jurgen Habermas: Etika Paradigmatik di Wilayah Paksis” dalam Jurnal Mediator. Vol 5 No. 1. Unisba, Bandung.

Schoorl, J.W., Prof. Dr., 1988. Modernisasi. Gramedia, Jakarta.

Sugiharto, Bambang I., 2000. Postmodernisme Tantangan Bagi Filsafat. Kanisius, Jogjakarta.

Sumber lain: situs www.filsafatkita.f2g.net. Diambil tanggal 24 Oktober 2005.


Download file : pendekatan postmodernisme.pdf

Kamis, 20 Januari 2011

PERATURAN BARU TENTANG KENAIKAN PANGKAT DAN JABATAN GURU

Peraturan baru yang mengatur kenaikan pangkat jabatan fungsional guru (guru dan kepala sekolah) telah terbit, yakni:
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PermenPANRB) No. 16 Tahun 2009 tanggal 10 November 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Peraturan Bersama Mendiknas dan Kepala BKN Nomor 03/V/PB/2010 dan Nomor 14 Tahun 2010 tanggal 6 Mei 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Berdasar peraturan bersama ini, disebutkan dalam pasal 42: Peraturan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2013.
Berikut kutipan sebagian isi Juklak syarat kenaikan pangkat/jabatan guru yang berbeda dengan peraturan sebelumnya
1. III/a ke III/b wajib melaksanakan kegiatan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan kolektif guru) yang besarnya 3 angka kredit.
2. III/b ke III/c wajib melaksanakan kegiatan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan kolektif guru) yang besarnya 3 angka kredit dan publikasi ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah, membuat alat peraga, alat pelajaran, karya teknologi/seni) dengan 4 angka kredit.
3. III/c ke III/d wajib melaksanakan kegiatan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan kolektif guru) yang besarnya 3 angka kredit dan publikasi ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah, membuat alat peraga, alat pelajaran, karya teknologi/seni) dengan 6 angka kredit.
4. III/d ke IV/a wajib melaksanakan kegiatan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan kolektif guru) yang besarnya 4 angka kredit dan publikasi ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah, membuat alat peraga, alat pelajaran, karya teknologi/seni) dengan 8 angka kredit.
5. IV/a ke IV/b wajib melaksanakan kegiatan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan kolektif guru) yang besarnya 4 angka kredit dan publikasi ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah, membuat alat peraga, alat pelajaran, karya teknologi/seni) dengan 12 angka kredit.
6. IV/b ke IV/c wajib melaksanakan kegiatan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan kolektif guru) yang besarnya 4 angka kredit dan publikasi ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah, membuat alat peraga, alat pelajaran, karya teknologi/seni) dengan 12 angka kredit (dan harus presentasi di depan tim penilai).
7. IV/c ke IV/d wajib melaksanakan kegiatan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan kolektif guru) yang besarnya 5 angka kredit dan publikasi ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah dengan 14 angka kredit.
8. IV/d ke IV/e wajib melaksanakan kegiatan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan kolektif guru) yang besarnya 5 angka kredit dan publikasi ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah, membuat alat peraga, alat pelajaran, karya teknologi/seni) dengan 20 angka kredit.

Selasa, 18 Januari 2011

INFORMASI SEPUTAR UASBN SD/MI 2011, DAN UN SMP, SMA


Pelaksanaan UASBN SD/MI tahun pelajaran tahun 2011 dinanti dengan harap-harap cemas, oleh kalangan ataupun praktisi pendidikan khususnya di SD/MI. Termasuk penulis sendiri ingin rasanya segera tahu POS penyelenggaraan UASBN SD/MI tahun 2011. Karena dengan membaca POS UASBN ini kita dapat memahami hal seputar UASBN ( Jadwal pelaksanaan, kisi-kisi soal, standar kelulusan, dll). sampai saat ini Selasa 18 januari 2011 penulis masih mencari-cari penuh harap. sampai akhirnya penulis menemukan sumber dari sesama blog yang memuat tentang hal tersebut. Dengan informasi ini penulis ingin berbagi informasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan UASBN ini, kiranya hal ini dapat bermanfaat. Informasi seputar uASBN SD/MI sebagai berikut :
Pelaksanaan UASBN SD/MI Tahun Ajaran 2010/2011 memang dijadwalkan paling akhir diantara Ujian Nasional jenjang sekolah lainnya. Pelaksanaan Ujian Nasional SD/MI tersebut dijadwalkan secara resmi pada tanggal 9 sampai dengan 11 Mei 2011. Ketentuan penilaian adalah bahwa nilai sekolah akan digabungkan dengan nilai UN terdiri dari nilai rapor dan ujian sekolah. Untuk tingkat SMA dan SMK, nilai rapor yang akan dihitung dari semester tiga sampai lima dan tingkat SMP semester satu sampai lima. Bobotnya, kata Dadang, nilai sekolah 40, sedangkan UN 60. Untuk bobot nilai sekolah, ujian sekolah 60, sedangkan rapor 40.
Informasi sementara ini semoga bermanfaat sehingga para siswa maupun pendidik benar-benar mempersiapkan siswa -siswinya
( sumber :http://ujiannasional.org/latihan-uasbn-sdmi-2011-paket-2.htm )

Diposting oleh :

Mohamad Juri, S.Pd.,MMPd
Guru SDN Omben 2
Ketua Forum KKG BERMUTU Kabupaten Sampang.

Sabtu, 15 Januari 2011

RAMBU-RAMBU PENYELENGGARAAN S1 KEPENDIDIKAN BAGI GURU DALAM JABATAN

RAMBU-RAMBU PENYELENGGARAAN
PROGRAM SARJANA (S-1) KEPENDIDIKAN
BAGI GURU DALAM JABATAN

A. Latar Belakang
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (pasal 8). Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat (pasal 9), sedangkan kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi (pasal 10). Selanjutnya ditegaskan bahwa: “guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik paling lama sepuluh tahun sejak berlakunya undang-undang ini” (pasal 82 ayat 2). Konsekuensi logis dari pemberlakuan undang-undang tersebut, pemerintah dan Penyelenggara Pengadaan Tenaga Kependidikan (PPTK) atau Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) diharapkan dapat memfasilitasi pelaksanaan program percepatan peningkatan kualifikasi akademik guru dengan akses yang lebih luas, berkualitas dan tidak mengganggu tugas serta tanggung jawabnya di sekolah.
Sementara itu jumlah guru dari berbagai satuan pendidikan (TK, SD, SMP, SMA, SMK, dan SLB) yang harus ditingkatkan kualifikasi akademiknya mencapai 1.456.491 orang atau 63% dari jumlah guru yang ada di Indonesia, di luar guru yang di bawah pengelolaan Departemen Agama (RA, MI, MTs, MA, dan MAK). Pada satuan pendidikan TK, jumlah guru yang harus ditingkatkan kualifikasinya sebanyak 155.661 atau 89% dari jumlah guru TK yang ada. Pada satuan pendidikan SD, jumlah guru yang harus ditingkatkan kualifikasinya sebanyak 1.041.793 atau 83%, pada satuan pendidikan SMP jumlah guru yang harus ditingkatkan kualifikasinya sebanyak 185.603 atau 38%; pada satuan pendidikan SMA jumlah guru yang harus ditingkatkan kualifikasinya sebanyak 34.547 atau 15% dan pada satuan pendidikan SMK, jumlah guru yang harus ditingkatkan kualifikasinya sebanyak 33.297 atau 21% serta pada satuan pendidikan SLB, jumlah guru yang harus ditingkatkan kualifikasinya sebanyak 5.590 atau 55% dari jumlah guru SLB yang ada (Direktorat Profesi Pendidik Ditjen PMPTK Depdiknas Tahun 2007).
Program percepatan peningkatan kualifikasi akademik guru menjadi S-1 di Indonesia telah dilaksanakan oleh berbagai perguruan tinggi, baik melalui pendidikan tatap muka (konvensional) maupun pendidikan jarak jauh. Untuk peningkatan kualifikasi akademik guru SD melalui Program S-1 PGSD, sampai pada tahun 2008 telah ditetapkan sebanyak 50 perguruan tinggi sebagai penyelenggara program S-1 PGSD dan pada tahun yang sama juga ditetapkan 23 perguruan tinggi sebagai penyelenggara pendidikan S-1 PGSD melalui sistem pendidikan jarak jauh atau dikenal dengan PJJ S-1 PGSD berbasis ICT yang tergabung dalam konsorsium LPTK. Kebijakan ini merupakan terobosan bagi penyelenggaraan pendidikan jarak jauh yang dilaksanakan oleh institusi pendidikan konvensional walaupun jumlah peserta yang mengikuti program ini masih dibatasi karena pembiayaan penyelenggaraan bersumber dari dana pemerintah pusat (blockgrant).
Secara khusus beberapa upaya telah dilaksanakan untuk mempercepat peningkatan kualifikasi guru dalam jabatan, antara lain pada tahun 2006, sebanyak 18.754 guru ditingkatkan kualifikasinya ke S-1 melalui: (1) UT (12.616 orang), (2) APBNP-jalur formal konvensional (5.000 orang), (3) PJJ berbasis ICT (1.000 orang), dan (4) PJJ berbasis KKG (1.500). Tahun 2007 sebanyak 170.000 orang guru dari berbagai satuan pendidikan mendapat bantuan biaya pendidikan melalui dana dekonsentrasi ke Dinas Pendidikan Provinsi. Sekalipun telah dilaksanakan upaya tersebut, hingga saat ini jumlah guru yang harus ditingkatkan kualifikasi akademiknya masih cukup banyak sehingga diperlukan alternatif lain untuk mengatasinya.
Sementara itu, pada tahun yang sama pula Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) telah mencoba mengawali suatu program percepatan peningkatan kualifikasi akademik guru SD melalui program S-1 PGSD Dual Mode. Program ini berupaya memadukan penyelengaraan pendidikan antara sistem pembelajaran tatap muka dengan sistem pembelajaran mandiri. Program ini ternyata mendapatkan respons yang sangat baik dari para guru dan pemerintah daerah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat.
Upaya percepatan peningkatan kualifikasi akademik guru pada semua satuan pendidikan tidak mungkin tercapai hanya dengan sistem penyelenggaran pendidikan guru yang ada saat ini. Solusi alternatif yang ditawarkan dalam penyelenggaraan pendidikan sarjana (S-1) yang memungkinkan guru memiliki kesempatan lebih luas dengan tidak mengganggu tugas dan tanggung jawabnya adalah penyelenggaraan Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan. Untuk itu telah terbit Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 58 Tahun 2008 yang secara khusus mengatur penyelenggaraan program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan. Program ini diharapkan dapat mewujudkan sistem penyelenggaraan pendidikan guru yang efisien, efektif, dan akuntabel serta menawarkan akses layanan pendidikan yang lebih luas tanpa mengabaikan kualitas.
Sehubungan dengan hal tersebut, dikembangkan rambu-rambu penyelenggaraan Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan sebagai acuan bagi perguruan tinggi penyelenggara yang telah mendapat ijin penyelenggaraan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti).
B. Perangkat Penyelenggaraan
1. Tujuan Penyelenggaraan
Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan adalah suatu program penyelenggaraan pendidikan yang secara khusus diperuntukkan bagi Guru dalam Jabatan yang bertugas pada satuan pendidikan formal. Penyelenggaraan program ini bertujuan untuk mendukung upaya percepatan peningkatan kualifikasi akademik bagi guru dalam jabatan sesuai dengan persyaratan yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Program ini dilaksanakan oleh penyelenggara pengadaan tenaga kependidikan yang dalam proses perkuliahannya menggunakan pendekatan dual mode, yaitu melalui pengintegrasian sistem pembelajaran konvensional (tatap muka di kampus) dan sistem pembelajaran mandiri, didukung oleh pemanfaatan multi media secara efektif dan efisien.
2. Kurikulum
Kurikulum yang digunakan dalam Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan adalah kurikulum yang berlaku di masing-masing peguruan tinggi penyelenggara. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang menjadi acuan kurikulum mengacu pada Permendiknas Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, yang meliputi empat kompetensi utama, yaitu: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Dalam implementasinya, kurikulum Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan perlu didesain dengan tepat sehingga memungkinkan adanya kelompok mata kuliah yang dilaksanakan melalui kegiatan pembelajaran tatap muka di kampus dan kelompok mata kuliah yang bisa dilaksanakan melalui kegiatan pembelajaran mandiri (self-instruction), baik dengan tutorial maupun tanpa tutorial.
Penetapan kelompok mata kuliah tatap muka di kampus didasarkan atas pertimbangan bahwa mata kuliah tersebut mensyaratkan adanya praktik atau praktikum atau mata kuliah lain yang menurut pertimbangan perguruan tinggi penyelenggara harus dilaksanakan melalui perkuliahan tatap muka. Penetapan kelompok mata kuliah melalui pembelajaran mandiri dengan layanan tutorial adalah mata kuliah yang menuntut kemampuan berpikir tingkat tinggi dan untuk pengembangan kompetensi profesional. Penetapan kelompok mata kuliah melalui pembelajaran mandiri tanpa tutorial didasarkan atas pertimbangan bahwa mata kuliah tersebut dapat dipelajari secara mandiri oleh mahasiswa, baik secara perorangan maupun kelompok.
Proporsi setiap kelompok mata kuliah dianjurkan menggunakan pola sebagai berikut: 30% untuk kelompok mata kuliah yang dilaksanakan melalui kegiatan pembelajaran tatap muka dan 70% pembelajaran mandiri (40% pembelajaran mandiri dengan tutorial, dan 30% pembelajaran mandiri tanpa tutorial). Penentuan mata kuliah pada ketiga kelompok tersebut diputuskan oleh lembaga penyelenggara melalui surat keputusan rektor.
3. Pengakuan Pengalaman Kerja dan Hasil Belajar
Perguruan tinggi dapat memberikan pengakuan terhadap pengalaman kerja dan hasil belajar (PPKHB). Pengalaman kerja terdiri atas pengalaman mengajar, rencana pembelajaran, dan penghargaan yang relevan, sedangkan hasil belajar mencakup kualifikasi akademik, pelatihan, dan prestasi akademik. Semua bukti pengalaman kerja dan hasil belajar guru disusun dalam suatu dokumen yang disebut portofolio. Pengakuan terhadap pengalaman kerja dan hasil belajar paling banyak 65% dari jumlah sks yang harus ditempuh peserta program.
Pengakuan tersebut dilaksanakan sebagai bentuk penghargaan terhadap guru yang bisa menjadi ”credit earning” dalam penyelesaian program peningkatan kualifikasi akademik guru. Penentuan kekurangan jumlah satuan kredit semester yang harus ditempuh diserahkan pada perguruan tinggi masing-masing. Sebagai contoh, guru dalam jabatan yang berijazah D-III meningkatkan kualifikasi ke S-1 atau D-IV, yang bersangkutan harus menyelesaikan sejumlah 40 (empat puluh) satuan kredit semester. Beban belajar yang dapat dibebaskan dihitung sebagai berikut: 65% x 40 satuan kredit semester = 26 satuan kredit semester, sehingga yang bersangkutan masih harus menempuh 14 satuan kredit semester (40 satuan kredit semester – 26 satuan kredit semester).
4. Proses Pembelajaran
Sebagaimana disebutkan terdahulu bahwa kurikulum program S-1 bagi guru dalam jabatan sama dengan S-1 reguler, dan harus tetap berpegang pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Oleh karena itu pola pembelajaran harus mampu menjaga mutu tercapainya SKL tersebut.
Perbedaan yang esensial antara Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan dengan program reguler pada hakikatnya terdapat dalam pelaksanaan atau proses pembelajaran. Proses pembelajaran dalam Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan dilaksanakan melalui pengintegrasian kegiatan perkuliahan/ pembelajaran tatap muka di kampus dan atau perkuliahan termediasi dan kegiatan pembelajaran mandiri. Pembelajaran mandiri dilaksanakan dengan tutorial dan atau tanpa tutorial.
Kegiatan pembelajaran Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan ini dilaksanakan secara tersendiri, dalam arti tidak boleh dilakukan secara bersama-sama dengan kegiatan pembelajaran kelas reguler.
a. Perkuliahan Tatap Muka
Kegiatan perkuliahan tatap muka merupakan proses interaksi langsung dan terjadwal antara dosen dan mahasiswa dalam mencapai tujuan/kompetensi pada masing-masing mata kuliah, terutama mata kuliah yang mempersyaratkan adanya kegiatan praktik atau praktikum, atau mata kuliah lain yang menurut pertimbangan pihak penyelenggara harus dilaksanakan melalui perkuliahan tatap muka.
Perkuliahan tatap muka dilaksanakan di kampus perguruan tinggi penyelenggara sekurang-kurangnya selama 12 kali pertemuan setiap semester (=75% dari standar pertemuan tatap muka yaitu 16 kali pertemuan). Lama setiap pertemuan perkuliahan tatap muka disesuaikan dengan bobot sks mata kuliah yang bersangkutan (1 sks = 50 menit). Contoh: jika dalam setiap semester, perguruan tinggi penyelenggara menetapkan beban studi yang harus ditempuh mahasiswa sebanyak rata-rata 20 sks, maka 30% dari beban studi untuk kegiatan perkuliahan tatap muka tersebut yaitu sebanyak 6-7 sks atau sekitar 2-3 mata kuliah. Pelaksanaan perkuliahan tatap muka ini dapat dilakukan dengan sistem blok waktu perkuliahan, misalnya dengan memanfaatkan waktu libur sekolah selama 2 sampai dengan 3 minggu.
Perkuliahan termediasi adalah proses interaksi terjadwal antara dosen dan mahasiswa dalam mencapai tujuan/kompetensi melalui pemanfaatan berbagai jenis media dan teknologi.
Waktu perkuliahan diatur oleh perguruan tinggi penyelenggara yang memungkinkan tidak mengganggu tugas dan tanggung jawab guru di sekolah. Untuk itu perguruan tinggi penyelenggara harus dapat mengatur waktu perkuliahan tatap muka sesuai dengan situasi dan kondisi setempat, misalnya: pada sore hari, pada saat liburan, atau memanfaatkan hari sabtu dan minggu. Penetapan waktu perkuliahan tersebut tidak keluar dari aturan tentang jumlah pertemuan minimal perkuliahan tatap muka yang sama dengan kelas reguler, yaitu: 12-16 kali pertemuan.
Jika perkuliahan tatap muka di kampus penyelenggara sulit dijangkau oleh mahasiswa, maka perkuliahan tatap muka dapat dilaksanakan di pusat-pusat kegiatan belajar, seperti: Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), LPMP, P4TK, dan tempat lain yang direkomendasikan oleh dinas pendidikan (pemerintah daerah), atau perkuliahan termediasi dalam bentuk interaksi terjadwal antara dosen dan mahasiswa melalui pemanfaatan berbagai jenis media dan teknologi.
b. Pembelajaran Mandiri
Pembelajaran mandiri adalah proses interaksi mahasiswa dengan sumber belajar yang dilakukan dengan menggunakan bahan belajar mandiri, baik dengan bantuan tutorial maupun tanpa bantuan tutorial.
Dalam proses pembelajaran mandiri, mahasiswa dapat mempelajari BBM, baik secara perseorangan dan atau dalam kelompok belajar. Dengan adanya kelompok belajar, efektivitas belajar mandiri mahasiswa dapat ditingkatkan.
1) Pembelajaran Mandiri dengan Tutorial
Pembelajaran mandiri dengan tutorial adalah pembelajaran yang dilaksanakan dengan menggunakan bahan belajar mandiri (BBM) disertai kegiatan tutorial. Dalam hal ini dosen bertindak sebagai tutor.
Kegiatan tutorial wajib dilaksanakan minimal 3 kali untuk setiap mata kuliah sebagai layanan belajar yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi penyelenggara, yaitu: di awal perkuliahan, pertengahan semester, dan menjelang UAS. Jumlah pertemuan kegiatan tutorial dapat ditambah atas inisiatif mahasiswa dan pengelolaannya diatur oleh perguruan tinggi penyelenggara.
Pada kegiatan pembelajaran mandiri dengan tutorial, mahasiswa diwajibkan mengerjakan dua buah tugas, mengikuti UTS, dan UAS sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh perguruan tinggi penyelenggara.
Kegiatan tutorial dapat dilaksanakan di pusat-pusat kegiatan belajar, seperti: tempat Kelompok Kerja Guru (KKG), tempat Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Information Communication Technology (ICT) Centre, LPMP, P4TK, dan tempat lain yang direkomendasikan oleh dinas pendidikan (pemerintah daerah). Jika memungkinkan, untuk mengoptimalkan kegiatan pembelajaran mandiri dengan tutorial dapat menggunakan tutorial on-line.
2) Pembelajaran Mandiri Tanpa Tutorial
Pembelajaran mandiri tanpa tutorial adalah pembelajaran yang dilaksanakan sepenuhnya dengan menggunakan BBM. Mahasiswa secara mandiri, baik perorangan maupun kelompok mempelajari BBM atau bahan lainnya yang mendukung. Pada kegiatan pembelajaran mandiri ini, pihak perguruan tinggi penyelenggara tidak memiliki kewajiban memberikan layanan bantuan belajar kepada mahasiswa, kecuali dalam penyediaan BBM. Dalam pembelajaran mandiri tanpa tutorial, mahasiswa diwajibkan untuk mengerjakan dan menyerahkan satu tugas sebagai pengganti UTS dan mengikuti UAS sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.


c. Praktik dan Praktikum
Praktik dan praktikum merupakan bentuk pembelajaran yang memadukan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor dalam rangka pencapaian kompetensi yang bersifat multi dimensi.
Praktik adalah kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan untuk mengaplikasikan teori, konsep, atau prosedur dengan pengawasan langsung dosen/pembimbing. Misalnya: praktik menari, menggambar, olahraga, praktik bengkel, praktik lapangan, dan bina wicara.
Praktikum adalah kegiatan pembelajaran yang berhubungan dengan validasi fakta atau hubungan antar fakta, sesuai yang disyaratkan dalam kurikulum. Misalnya praktikum fisika, kimia, dan biologi (IPA).
Kegiatan praktik dan praktikum merupakan kegiatan yang harus dilaksanakan dalam perkuliahan tatap muka dan dilaksanakan dengan menggunakan berbagai peralatan pendukung, antara lain: peralatan praktik dan laboratorium.
d. Program Pemantapan Lapangan
Program pemantapan lapangan yang selanjutnya disebut PPL adalah bentuk kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah dengan bimbingan oleh dosen/guru pamong yang ditugaskan sesuai dengan yang disyaratkan dalam kurikulum. Penyelenggaraan PPL diatur dan disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku di perguruan tinggi penyelenggara.
e. Bahan Ajar
Proses pembelajaran dalam Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan mengintegrasikan antara sistem pembelajaran tatap muka di kampus dan sistem pembelajaran mandiri. Pada kegiatan sistem tatap muka di kampus pengembangan bahan ajar diserahkan sepenuhnya kepada dosen pengampu mata kuliah pada perguruan tinggi penyelengara, sedangkan dalam sistem pembelajaran mandiri menggunakan Bahan Belajar Mandiri (BBM). BBM dirancang secara khusus agar dapat dipelajari secara mandiri oleh mahasiswa. Bentuknya dapat berupa bahan ajar cetak (modul) sebagai bahan ajar utama dan media non cetak (media audio/video, komputer/internet, siaran radio dan televisi) sebagai bahan pendukung atau gabungan keduanya.
Perguruan tinggi penyelenggara dapat memanfaatkan BBM yang telah dikembangkan dan tersedia di beberapa institusi penyelenggara pendidikan jarak jauh dan dapat mengembangkan sendiri BBM berdasarkan rambu-rambu yang relevan.
f. Penilaian Hasil Belajar
Penilaian hasil belajar adalah penilaian yang dilakukan terhadap proses dan hasil belajar mahasiswa, baik dalam perkuliahan tatap muka dan/atau termediasi maupun pembelajaran mandiri. Penilaian hasil belajar perkuliahan tatap muka dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang diterapkan di perguruan tinggi masing-masing, seperti: penilaian aktivitas perkuliahan, tugas, UTS, dan UAS. Dalam penilaian hasil belajar, dosen pengampu mata kuliah dapat mempertimbangkan prestasi akademik yang dicapai mahasiswa yang relevan dengan mata kuliah yang ditempuh, misalnya pengurangan beban tugas perkuliahan dan jumlah kehadiran perkuliahan tatap muka.
Penilaian hasil belajar untuk kegiatan pembelajaran mandiri dengan tutorial dilaksanakan melalui penilaian terhadap sekurang-kurangnya dua tugas, UTS dan UAS. Adapun proporsi pembobotannya ditetapkan oleh perguruan tinggi penyelenggara, misalnya: 25% untuk tugas, 25% untuk UTS dan 50% untuk UAS.
Penilaian hasil belajar untuk kegiatan pembelajaran mandiri tanpa tutorial dilaksanakan sekurang-kurangnya satu tugas atau UTS dan UAS dengan pembobotan yang ditetapkan oleh perguruan tinggi penyelenggara, misalnya: 40% untuk tugas/ UTS dan 60% untuk UAS.
Pelaksanaan UAS pada perkuliahan tatap muka dan pembelajaran mandiri dilaksanakan di kampus penyelenggara dan pengolahannya disesuaikan dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh perguruan tinggi penyelenggara.
Kelulusan pada Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan diatur dan ditetapkan oleh perguruan tinggi penyelenggara sesuai dengan peraturan/pedoman akademik yang berlaku. Mahasiswa yang telah menyelesaikan program ini berhak memperoleh ijazah sarjana (S-1) dari perguruan tinggi penyelenggara.
5. Rekrutmen Mahasiswa
Mengingat tujuan penyelenggaraan Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan adalah untuk mendukung upaya percepatan peningkatan kualifikasi akademik bagi guru dalam jabatan, maka proses penerimaan mahasiswa baru perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru
Sistem penerimaan calon mahasiswa dilakukan melalui prosedur seleksi yang kredibel sesuai dengan persyaratan akademik dan persyaratan administratif yang berlaku pada masing-masing perguruan tinggi penyelenggara. Calon mahasiswa berasal dari guru tetap dalam jabatan baik yang berstatus PNS maupun bukan PNS dari sekolah di Kabupaten/Kota yang menanda-tangani MoU dengan PT penyelenggara.
Guru Tetap adalah Guru yang diangkat oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, penyelenggara pendidikan, atau satuan pendidikan untuk jangkah waktu paling singkat 2 (dua) tahun secara terus menerus, dan tercatat pada satuan administrasi pangkal di satuan pendidikan yang memiliki izin pendirian dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah serta melaksanakan tugas pokok sebagai Guru yang telah mempunyai Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK).
Guru dalam jabatan adalah guru pegawai negeri sipil dan guru bukan pegawai negeri sipil yang sudah mengajar pada satuan pendidikan formal, baik yang diselenggarakan Pemerintah, Pemerintah Daerah, maupun penyelenggara pendidikan yang sudah mempunyai Perjanjian Kerja atau Kesepakatan Kerja Bersama.
Jumlah mahasiswa yang akan diterima dalam program ini disesuaikan dengan ketersediaan SDM (dosen) dan sarana prasana penunjang yang dimiliki, baik oleh perguruan tinggi penyelenggara maupun perguruan tinggi mitra.
Perguruan tinggi penyelenggara dapat melakukan proses rekrutmen mahasiswa sebanyak-banyaknya 2 (dua) kali dalam satu tahun akademik, yaitu: pada setiap semester gasal dan genap.
b. Kriteria Calon Mahasiswa
Sesuai dengan tujuannya, calon mahasiswa Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan adalah guru tetap yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan bukan PNS yang bertugas mengajar TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, dan SLB.
Guru PNS dibuktikan dengan fotocopy SK Pengangkatan yang dilegalisasi Pemerintah Daerah (Badan Kepegawaian Daerah), sedangkan guru tetap bukan PNS adalah guru tetap yang berdasarkan surat keputusan dari penyelenggara satuan pendidikan yang berbadan hukum yang dibuktikan dengan fotocopy SK pengangkatan yang dilegalisasi. Khusus untuk guru bukan PNS, diharuskan melampirkan surat pernyataan bermaterai enam ribu rupiah yang isinya tidak menuntut diangkat sebagai PNS.
Calon mahasiswa harus melampirkan Surat Ijin Belajar dari Dinas Pendidikan atau badan hukum penyelenggara pendidikan.

c. Pemilihan Program Studi
Program studi yang dipilih oleh calon mahasiswa harus sesuai dengan mata pelajaran yang diampu atau sesuai/serumpun dengan latar belakang pendidikan sebelumnya. Bagi calon mahasiswa lulusan SLTA sederajat, atau lulusan D1/D2/D3. Program studi yang dipilih harus sesuai dengan latar belakang pendidikan guru sebelumnya yang dibuktikan dengan fotocopy ijazah dan transkrip nilai yang telah dilegalisasi oleh lembaga asal atau sesuai dengan mata pelajaran yang saat ini diampu minimal lima tahun terakhir. Bagi guru yang berasal dari SLTA sederajat, fotocopy ijazah dapat dilegalisasi oleh Dinas Pendidikan setempat.
Mengacu pada peningkatan capaian mutu hasil pendidikan, bagi guru kelas yang mengajar di TK diharuskan memilih program studi S-1 PGTK/ PGPAUD dan bagi guru kelas yang mengajar di SD diharuskan memilih program studi S-1 PGSD. Untuk guru TK dan SD yang mengajar mata pelajaran Bahasa Inggris dan Agama dapat melanjutkan ke program studi yang sesuai.
Guru mata pelajaran yang mengajar di SMP/SMA/SMK, dapat melanjutkan studi sesuai dengan latar belakang pendidikan sebelumnya atau sesuai dengan mata pelajaran atau rumpun mata pelajaran yang diampu dengan syarat minimal telah mengajar lima tahun pada mata pelajaran tersebut.
d. Prosedur Seleksi
Pendaftaran calon mahasiswa diumumkan secara terbuka. Penetapan calon mahasiswa Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan dilaksanakan melalui seleksi administratif yang berkaitan dengan: (1) masa kerja sebagai guru, (2) usia, (3) pangkat/golongan bagi PNS, (4) ijazah terakhir dari perguruan tinggi yang mendapat ijin operasional dari Dikti, dan (5) ijin melanjutkan studi dari dinas pendidikan bagi guru PNS dan dari penyelenggara satuan pendidikan yang berbadan hukum bagi guru tetap yayasan. Jumlah calon mahasiswa yang diterima disesuaikan dengan daya tampung dan ketersediaan sarana prasarana di perguruan tinggi penyelenggara. Pelaksanaan seleksi administratif tersebut dilaksanakan oleh perguruan tinggi penyelenggara dapat dibantu oleh dinas pendidikan kabupaten/kota. Cara penyampaian hasil seleksi mengikuti mekanisme yang berlaku pada masing-masing perguruan tinggi penyelenggara.
6. Ketenagaan
Ketenagaan yang diharapkan tersedia dan dapat mendukung penyelenggaraan Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan, di antaranya: dosen, pengelola program, tenaga administrasi, laboran/teknisi dan pengelola perpustakaan/ pustakawan.
a. Dosen
Untuk menyelenggarakan Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan, lembaga penyelenggara dipersyaratkan memiliki kualifikasi dosen sebagaimana tercantum dalam kebijakan dan perundang-undangan yang berlaku.
Dosen berfungsi sebagai pengampu mata kuliah dengan tugas pokok mengajar dan bertanggung jawab terhadap seluruh pelaksanaan perkuliahan dan bertugas mengembangkan deskripsi mata kuliah, silabus, Satuan Acara Perkuliahan, penyusunan tugas atau soal-soal ujian, serta mengembangkan bahan ajar. Jumlah dosen untuk program ini disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan perguruan tinggi penyelenggara.
Dalam hal pelaksanaan perkuliahan yang dilakukan di luar kampus perguruan tinggi penyelenggara dapat menjalin kemitraan dengan perguruan tinggi lain, baik dalam penggunaan sarana perkuliahan maupun bantuan/pemanfaatan sumber daya manusia (dosen). Dosen yang diperbantukan dalam pelaksanaan perkuliahan tersebut ditetapkan oleh pimpinan perguruan tinggi penyelenggara atas usulan perguruan tinggi mitra dengan kualifikasi sesuai peraturan perundangan.
b. Pengelola Program
Pengelola program adalah personil yang bertugas mengelola penyelenggaraan Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan. Pengelola program perlu memiliki keahlian manajerial dan pengelolaan pembelajaran mandiri. Jumlah personil disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi perguruan tinggi penyelenggara.
c. Tenaga Administrasi
Perguruan tinggi penyelenggara harus memiliki tenaga akademik, administrasi keuangan, kemahasiswaan, dan sarana dan prasarana. Jumlah tenaga administrasi disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi perguruan tinggi penyelenggara.
d. Tenaga Penunjang Akademik
Perguruan tinggi penyelenggara harus memiliki tenaga penunjang akademik, seperti laboran, teknisi, pustakawan. Jumlah tenaga penunjang akademik disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi perguruan tinggi penyelenggara.
7. Sarana dan Prasarana
Jenis sarana dan prasarana yang perlu tersedia untuk mendukung penyelenggaraan Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan, diantaranya: ruang perkuliahan, ruang dan perlengkapan praktek dan praktikum (laboratorium), ruang dan perlengkapan ICT, perpustakaan, dan sekolah mitra sebagai tempat kegiatan PPL.
Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh perguruan tinggi harus menjadi pertimbangan dalam penerimaan jumlah mahasiswa yang akan diterima untuk setiap rombongan belajarnya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
8. Pendanaan
Penyelenggaraan Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan akan dapat berlangsung dengan baik bila didukung ketersediaan dana yang memadai. Pendanaan program ini dapat berasal dari mahasiswa (swadana), kerjasama dengan pemerintah daerah (stakeholders) dan sumber lainnya. Pengelolaan dana dilakukan secara terintegrasi dengan pengelolaan dana lainnya sesuai dengan aturan yang ada di perguruan tinggi penyelenggara. Guru dalam jabatan yang ikut dalam program ini, baik yang dibiayai Pemerintah, Pemerintah Daerah, maupun biaya sendiri dilaksnakan dengan tetap melaksanakan tugasnya sebagai Guru.
9. Kemitraan dan Kerjasama
Dalam penyelenggaraan Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan, perguruan tinggi penyelenggara dapat melakukan kemitraan dengan perguruan tinggi lain. Kemitraan dengan perguruan tinggi mitra dapat dilakukan dalam bentuk resources sharing, antara lain pemanfaatan SDM, pengadaan bahan belajar mandiri, pelaksanaan perkuliahan, kegiatan praktik dan praktikum. Perguruan tinggi penyelenggara dapat bermitra dengan perguruan tinggi lain yang menyelenggarakan Program Pengadaan Tenaga Kependidikan (PPTK) yang berlokasi di wilayah tertentu dalam menyelenggarakan program tertentu. Dalam hal tidak ada perguruan tinggi penyelenggara program pengadaan tenaga kependidikan, perguruan tinggi penyelenggara program pengadaan tenaga kependidikan yang memiliki program studi satu rumpun dapat menyelenggarakan program sarjana (S-1) kependidikan dengan bermitra dengan perguruan tinggi lain yang tidak menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan yang memiliki program studi relevan dan terakreditasi minimal B.
Dalam penyelenggaraan Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan, perguruan tinggi penyelenggara dapat melakukan kerja sama dengan pemerintah daerah, dan lembaga lain yang terkait. Kerjasama dengan pemerintah daerah dilakukan dalam rekrutmen mahasiswa, pemberian bantuan belajar, dan pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana penunjang perkuliahan yang dituangkan dalam bentuk MoU.
Kerjasama dengan lembaga lain, seperti: lembaga penjaminan mutu pendidikan (LPMP), pusat pengembangan dan pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan (P4TK), dan dinas pendidikan (pengelola kelompok kerja guru/ KKG, musyawarah guru mata pelajaran/MGMP atau lembaga lainnya (seperti: Balai Latihan Kerja/BLK, dunia usaha dan dunia industri/DuDi, BLPT) dapat dilakukan dalam hal penggunaan sarana dan fasilitas untuk kegiatan perkuliahan.
Dalam melaksanakan kerja sama, perguruan tinggi penyelenggara dapat berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait baik di tingkat pusat maupun daerah. Koordinasi bisa dilaksanakan melalui kegiatan konsultasi, kunjungan, negosiasi, korespondensi, rapat/pertemuan berkala, atau wahana lainnya yang memungkinkan. Dengan adanya koordinasi ini diharapkan dapat lebih meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan.
Secara rinci, pola kemitraan dan kerjasama dapat dilihat pada lampiran 1 tentang Pedoman Kemitraan dalam Penyelenggaraan Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan.
10. Monitoring dan Evaluasi Program
Secara internal, perguruan tinggi penyelenggara melakukan monitoring dan evaluasi untuk menjaga kualitas penyelenggaraan program dengan menggunakan instrumen yang telah ditetapkan oleh Ditjen Dikti. Perguruan tinggi penyelenggara melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penyelenggaraan program yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi mitra. Adapun monitoring dan evaluasi secara menyeluruh dan berkala terhadap penyelenggaraan program dilaksanakan oleh tim monev yang ditunjuk oleh Ditjen Dikti.
Apabila hasil monitoring dan evaluasi menunjukkan adanya pelanggaran ketentuan penyelenggaraan, tim monev dapat merekomendasikan pencabutan ijin perguruan tinggi tersebut sebagai penyelenggara Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan.

C. Perguruan Tinggi Penyelenggara
Perguruan tinggi yang akan menyelenggarakan Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan perlu memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Persyaratan Perguruan Tinggi Penyelenggara
Perguruan tinggi penyelenggara Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. program studi sarjana (S-1) kependidikan yang memiliki ijin penyelenggaraan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi;
b. program studi sarjana (S-1) kependidikan yang terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) dengan nilai minimal B, kecuali untuk program studi sarjana (S-1) pendidikan guru sekolah dasar (PGSD)/pendidikan guru taman kanak-kanak (PGTK)/pendidikan guru pendidikan anak usia dini (PGPAUD) memiliki ijin penyelenggaraan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi;
c. perjanjian kerjasama antara pimpinan perguruan tinggi dan kepala daerah dalam rangka peningkatan kualifikasi akademik guru;
d. perjanjian kemitraan dengan perguruan tinggi lain dalam rangka penyelenggaraan program peningkatan kualifikasi akademik guru;
e. sarana dan prasarana yang menunjang penyelenggaraan program sarjana (S-1) kependidikan bagi guru dalam jabatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
f. bahan ajar untuk kepentingan perkuliahan tatap muka dan/atau termediasi, dan pembelajaran mandiri;
g. laporan Evaluasi Program Studi Berbasis Evaluasi Diri (EPSBED) sekurang-kurangnya 2 (dua) semester terakhir.
2. Persyaratan Perguruan Tinggi Mitra
Perguruan tinggi mitra dipilih dan ditetapkan oleh perguruan tinggi penyelenggara dengan kriteria sebagai berikut:
a. memiliki program studi yang relevan;
b. memiliki sumberdaya yang dapat dimanfaatkan bersama (resources sharing) dan memiliki ijin penyelenggaraan dari Dirjen Dikti;
c. memiliki tenaga pengajar yang berkualifikasi sesuai dengan PP Nomor 19 Tahun 2005;
d. memiliki sarana dan prasarana yang menunjang penyelenggaraan Program S-1 Pendidikan bagi Guru dalam Jabatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
e. taat azas dalam penyelenggaraan perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundangan;
f. membuat laporan evaluasi program studi berbasis evaluasi diri (EPSBED) sekurang-kurangnya 2 (dua) semester terakhir; dan
g. mendapat dukungan dari pemerintah daerah yang akan mengirimkan guru untuk mengikuti program ini.
Perguruan tinggi yang bukan PPTK dapat menjadi mitra perguruan tinggi penyelenggara dengan ketentuan memiliki program studi serumpun dan telah terakreditasi minimal B.
3. Komitmen Lembaga
Lembaga penyelenggara Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan harus memiliki komitmen tinggi yang ditunjukkan dengan adanya kesadaran pemahaman yang lengkap dan mendalam. Hal tersebut dituangkan dalam perencanaan yang matang dan komprehensif berupa rencana strategis lembaga. Rencana strategis tersebut tercermin dalam usulan program yang kredibel. Dalam implementasinya, komitmen tersebut didukung oleh ketersediaan dana, tenaga, sarana dan prasarana, dan dukungan pemerintah daerah serta ketaatan terhadap berbagai kebijakan yang telah ditetapkan.
Komitmen lembaga harus dinyatakan dalam bentuk pernyataan tertulis dan dilampirkan pada saat pengajuan proposal penyelenggaraan program.

D. Mekanisme Perijinan
Pengusulan penyelenggaraan Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagai berikut:
1. Pimpinan perguruan tinggi mengajukan usulan penyelenggaraan Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan kepada Menteri Pendidikan Nasional melalui Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.
2. Ditjen Dikti Depdiknas mengevaluasi usulan dari perguruan tinggi pengusul berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
3. Atas nama Menteri Pendidikan Nasional, Ditjen Dikti Depdiknas akan mengeluarkan surat ijin penyelenggaraan Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan apabila perguruan tinggi pengusul memenuhi persyaratan dan kriteria yang telah ditetapkan.
4. Perguruan tinggi penyelenggara wajib mengirimkan laporan penyelenggaraan Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan sesuai dengan surat keputusan untuk dilakukan evaluasi penyelenggaraan program sebagai dasar penentuan perpanjangan ijin operasional.